Menurut UU No. 33 tahun 2004, “Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD”.
Menurut Saragih (2003: 127), “APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah (PAD)”. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Menurut Saragih (2003: 127), “APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan daerah (PAD)”. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Unsur-unsur APBD menurut Halim (2004: 15-16) adalah sebagai berikut:
- rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,
- adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,
- jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka,
- periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.
Sebagai alat pemerintah yang digunakan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan, anggaran dalam organisasi publik memiliki beberapa fungsi. Menurut Mardiasmo (2002:183) Fungsi utama anggarn Daerah adalah sebagai alat perencanaan, pengendalian, kebijakan fiskal, politik, koordinasi, evaluasi kinerja, memotivasi manajemen, dan menciptakan ruang publik.
• Anggran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan untuk:
- Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan,
- Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaannya,
- Mengalokasikan sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun,
- Menetukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
- Mengendalikan efisiensi pengeluaran,
- Membatasi kekuasaan atau kewenangan Pemda,
- Mencegah adanya overspending, underspending dan salah satu sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas,
- Memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasioanl program atau kegiatan pemerintah.
• Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas, dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi.
• Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memetuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Anggran sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat politik (pilitical tool). Oleh karena itu, penyusunan anggaran membutuhkan political Skill, qualition building, keahlian bernegoisasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik. Kegagalan dalam melaksanakan anggaran yang telah disetujui dapat menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif.
• Angggaran sebagai alat koordinasi antar unit kerja daalm organisasi poemda yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja.
• Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja Pemda akaln dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasikan.
• Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajemen Pemda agar bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya, target kinerja hendaknya ditetapkan dalam batas rasioanal yang dapat dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah).
• Anggaran dapat juga digunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang publik (public sphere), dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan seluas mungkin masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut dapat dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat yang hasilnya digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran. Kelompok masyarakat yang terorganisir umumnya akan mencoba mempengaruhi anggaran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinga melalui proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain: misal, tindakan massa, melakukan boikot, vandalisme, dan sebagainya.
Salah satu bentuk dari anggaran organisasi publik adalah anggaran pendapatan dan belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam penjelasan UU Nomor 17 Tahun 2003 disebutkan bahwa salah satu upaya memperbaiki proses pengaggaran disektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja yang memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/lembaga/perangkat Daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/lembaga/perangkat daerah. Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja disektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasional.
Peraturan pemerintah (2000) menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah sebagai dasar pengelolaan keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyatr Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan Riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing Daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Baswir (1988:26-39). Mengemukakan bahwa penyusunan anggaran berdasarkan suatu struktur dan klasifikasi tertentu adalah suatu langkah penting untuk mendapatkan sistem penganggaran yang baik dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dan mengelola negara, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari karakteristik suatu daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengalokasian anggaran.
Mardiasmo (2000:11) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan dan anggaran daerah.anggaran daerah atau APBD merupakan instrumen kebijakan utama bagi pemerintah daerah,menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.Anggaran daerah seharusnya digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan belanja,alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan serta alat otoritas pengeluaran dimasa yang akan datang dan ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktifitas pada berbagai unit kerja.Surat
Keputusan Mendagri (2000:1-3)mengatakan bahwa penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran.
- Transparansi dan akuntabilitas anggaran.Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik,bersih dan bertanggung jawab.Selain tiu setiap dana yang diperoleh,penggunaannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
- Disiplin anggaran.APBD disusun dengan berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus menigggalkan keseimbangan antara pembiayaan penyelenggaraan pemerintah,pembangunan dan pelayanan masyarakat.Oleh karena itu,anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan azas efisiensi,tepat guna,tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Keadilan anggaran.Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat.Untuk itu,pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.
- Efisiensi dan efektifitas anggaran.Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat.Oleh karena itu,untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran,maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan,sasaran,hasil dan manfaat yang akan diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang diprogramkan.
- Format anggaran.Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran surplus atau defisit (surplus defisit budget).Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran.Apabila terjadi surplus,daerah dapat membentuk dana cadangan,sedangkan bila terjaadi defisit dapat ditutupi antara lain melalui sumber pembiayaaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Struktur APBD
Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan masing-masing daerah.
Adapun struktur APBD berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006, “Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah, 2. Belanja Daerah, dan 3. Pembiayaan Daerah”.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum Daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan Daerah dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a. Pajak Daerah,
b. Retribusi Daerah,
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncko peraturan Daerah Nomor 65 Tahun 2001 dan Kepmendagri Nomor 35 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Jenis hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Daerah/BUMD,
2. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan
3. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis laian-lain Pendapatan Asli Daerah yang dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1) Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan,
2) Jasa Giro,
3) Pendapatan Bunga,
4) Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Daerah,
5) Penerimaan Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah,
6) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap Mata Uang Asing,
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
8) Pendapatan denda pajak
9) Pendapatan denda retribusi,
10) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan,
11) Pendapatan dari pengembalian,
12) Fasilitas sosial dan fasilitas umum,
13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan
14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan.
a. Dana Bagi Hasil.
Jenis Dana Bagi Hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:
1) Bagi Hasil Pajak,
2) Bagi Hasil Bukan Pajak,
b. Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus.
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
a. Hibah berasal dari Pemerintah, pemerintah Daerah lainnya, Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri, kelompok Masyarakat/Perorangan, dan Lembaga Luar Negeri yang Tidak mengikat, Universitas Sumatera Utara
b. Dana Darurat dari Pemerintah dalam Rangka penaggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam,
c. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota,
d. Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dan
e. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari Pemerintah Daerah Lainnya.
2. Belanja Daerah
Belanja Daerah merupakn semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkuutan. Berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, Belanja terdiri dari:
1. Belanja Aparatur Daerah,
2. Belanja Pelayanan Publik,
3. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan,
4. Belanja Tidak Tersangka.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja Menurut kelompok belanja terdiri dari:
1) Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja Pegawai,
b. Bunga,
c. Subsidi,
d. Hibah,
e. Bantuan Sosial,
f. Belanja Bagi Hasil,
g. Bantuan Keuangan,
h. Belanja Tidak Terduga,
2) Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan progran dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja Pegawai, dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah,
b. Belanja Barang dan Jasa, dan
c. Belanja Modal.
3. Pembiayaan
Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada Tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang terdiri atas:
1. Penerimaan Pembiayaan
1) Sisa lebih perhitungan anggaran Tahun lalu (SILPA)
Sisa lebih perhitungan anggaran Tahun lalu merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dengan belanja Daerah yang dalam APBD Induk dianggarkan berdasarkan estimasi. Sedangkan realisasi SILPA dianggarkan dalam perubahan APBD sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Daerah tentang penetapan perhitungan APBD tahun sebelumnya.
2) Pencairan dana cadangan
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibevbankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan ditetapkan dengan peraturan daerah dan ditempatkan direkening sendiri. Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum Daerah dalam Tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
3) Penerimaan Pinjaman dan Obligasi
Penerimaan Pinjaman dan Obligasi digunakan untuk menganggarkan semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang dari semua pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Penerimaan Pinjaman dan Obligasi yang dianggarkan disesuaikan dengan rencana penarikan pinjaman dalam tahun anggaran sesuai dengan perjanjian pinjaman.
4) Hasil Penjualan Aktiva Daerah yang Dipisahkan
Penerimaan hasil penjualan Aktiva Daerah yang dipisahkan digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan dapat berupa penjualan perusahaan milik Daerah/BUMD, penjualan aktiva milik Pemerintah Daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal Pemerintah Daerah.
5) Penerimaan Kembali Pemberain Pinjaman
Penerimaan Kembali Pemberain Pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah Daerah lainnya.
6) Penerimaan Piutang Daerah
2. Pengeluaran Pembiayaan, mencakup:
1. Pembentukan Dana Cadangan
2. Investasi (Penanaman Modal) Pemerintah Daerah
Investasi Pemerintah Daerah digunakan untuk menganggarkan kekayaan Pemerintah yang diinvestasikan babik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Pembayaran Pokok Utang yang Jatuh Tempo
Pembayaran Pokok Utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
4. Pemberian Pinjaman Daerah
3. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan.
Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan masing-masing daerah.
Adapun struktur APBD berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006, “Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah, 2. Belanja Daerah, dan 3. Pembiayaan Daerah”.
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum Daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan Daerah dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a. Pajak Daerah,
b. Retribusi Daerah,
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncko peraturan Daerah Nomor 65 Tahun 2001 dan Kepmendagri Nomor 35 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
Jenis hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Daerah/BUMD,
2. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan
3. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis laian-lain Pendapatan Asli Daerah yang dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
1) Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan,
2) Jasa Giro,
3) Pendapatan Bunga,
4) Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Daerah,
5) Penerimaan Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah,
6) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar Rupiah terhadap Mata Uang Asing,
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
8) Pendapatan denda pajak
9) Pendapatan denda retribusi,
10) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan,
11) Pendapatan dari pengembalian,
12) Fasilitas sosial dan fasilitas umum,
13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan
14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan.
a. Dana Bagi Hasil.
Jenis Dana Bagi Hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:
1) Bagi Hasil Pajak,
2) Bagi Hasil Bukan Pajak,
b. Dana Alokasi Umum.
c. Dana Alokasi Khusus.
3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup:
a. Hibah berasal dari Pemerintah, pemerintah Daerah lainnya, Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Negeri, kelompok Masyarakat/Perorangan, dan Lembaga Luar Negeri yang Tidak mengikat, Universitas Sumatera Utara
b. Dana Darurat dari Pemerintah dalam Rangka penaggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam,
c. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota,
d. Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus yang ditetapkan oleh pemerintah, dan
e. Bantuan keuangan dari provinsi atau dari Pemerintah Daerah Lainnya.
2. Belanja Daerah
Belanja Daerah merupakn semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkuutan. Berdasarkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, Belanja terdiri dari:
1. Belanja Aparatur Daerah,
2. Belanja Pelayanan Publik,
3. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan,
4. Belanja Tidak Tersangka.
Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, Belanja Menurut kelompok belanja terdiri dari:
1) Belanja Tidak Langsung
Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja Pegawai,
b. Bunga,
c. Subsidi,
d. Hibah,
e. Bantuan Sosial,
f. Belanja Bagi Hasil,
g. Bantuan Keuangan,
h. Belanja Tidak Terduga,
2) Belanja Langsung
Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan progran dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. Belanja Pegawai, dimaksudkan untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah,
b. Belanja Barang dan Jasa, dan
c. Belanja Modal.
3. Pembiayaan
Pembiayaan disediakan untuk menganggarkan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada Tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, yang terdiri atas:
1. Penerimaan Pembiayaan
1) Sisa lebih perhitungan anggaran Tahun lalu (SILPA)
Sisa lebih perhitungan anggaran Tahun lalu merupakan selisih lebih antara realisasi pendapatan dengan belanja Daerah yang dalam APBD Induk dianggarkan berdasarkan estimasi. Sedangkan realisasi SILPA dianggarkan dalam perubahan APBD sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan Daerah tentang penetapan perhitungan APBD tahun sebelumnya.
2) Pencairan dana cadangan
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibevbankan dalam satu tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan ditetapkan dengan peraturan daerah dan ditempatkan direkening sendiri. Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum Daerah dalam Tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
3) Penerimaan Pinjaman dan Obligasi
Penerimaan Pinjaman dan Obligasi digunakan untuk menganggarkan semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang dari semua pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Penerimaan Pinjaman dan Obligasi yang dianggarkan disesuaikan dengan rencana penarikan pinjaman dalam tahun anggaran sesuai dengan perjanjian pinjaman.
4) Hasil Penjualan Aktiva Daerah yang Dipisahkan
Penerimaan hasil penjualan Aktiva Daerah yang dipisahkan digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan dapat berupa penjualan perusahaan milik Daerah/BUMD, penjualan aktiva milik Pemerintah Daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal Pemerintah Daerah.
5) Penerimaan Kembali Pemberain Pinjaman
Penerimaan Kembali Pemberain Pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah Daerah lainnya.
6) Penerimaan Piutang Daerah
2. Pengeluaran Pembiayaan, mencakup:
1. Pembentukan Dana Cadangan
2. Investasi (Penanaman Modal) Pemerintah Daerah
Investasi Pemerintah Daerah digunakan untuk menganggarkan kekayaan Pemerintah yang diinvestasikan babik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Investasi jangka pendek, mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai denga 12 (dua belas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian surat utang negara (SUN), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
- Investasi Jangka Panjang terdiri dari investasi permanen dan non permanen antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka mengendalikan suatu Badan Usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu Badan Usaha.
3. Pembayaran Pokok Utang yang Jatuh Tempo
Pembayaran Pokok Utang digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
4. Pemberian Pinjaman Daerah
3. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan.
- Sisa lebih pembiayaan tahun anggran berjalan digunakan untuk menganggarkan sisa lebih antara pembiayaan netto dengan surplus/defisit APBD. Pembiayaan Netto merupakan selisih antara penerimaan pendanaan dengan pengeluaran pendanaan yang harus dapat menutup defisit anggaran yang direncanakan.
- Jumlah yang dianggarkan pada sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan pada APBD induk merupakan angka estimasi berhubung jumlah selisih lebih perhitungan anggaran pada tahun lalu yang juga masih angka estimasi.
- Dalam perubahan APBD Tahuin berjalan, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan tersebut dianggarkan sepenuhnya untuk mendanai program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Daerah sehingga jumlahnya menjadi sama dengan nol.
No comments:
Post a Comment