ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN


Asas-asas dalam Hukum Perjanjian adalah sebagai berikut :
1. ASAS KONSENSUALISME (PERSESUAIAN KEHENDAK)
Asas Konsensualisme merupakan asensial dari Hukum Perjanjian. Sepakat mereka yang mengikatkan diri telah dapat melahirkan Perjanjian.Asas Konsensualisme menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuatdua orang atau lebih telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan,atau konsensus meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting,bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang ditimbukanl karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus. Pada detik tersebut perjanjian tersebut sudah sah mengikat,buakn pada detik-dtik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 KUH Perdata dan dalam pasal 3120 KUH Perdata ditemukan istilah "semua" menunjukkan bahwa setiap orang diberikan kesempatan untuk menyatakan keinginannya (Will) yang rasanya baik untuk meneiptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan A Kebebasan Mengadakan Perjanjian.
(Mariam Darus Badrul zaman,2005,OP.Cit., hal 109,Gunawan Wijaya Seri Hukum Bisnis Memahami Prinsip Keterbukaan(Aan vulend Recht) dalam Hukum Perdata, Raja Grafindo Persada,Jakarta,2007,ha1.250).

2. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK(FREEDOM OF CONTRACT)
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat(1) KUH Perdata yang berbunyi "semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Berdasarkan Asas Kebebasan Berkontrak,maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang bagaimanapun juga, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. yang dimaksud undang-undang disini adalah undang-undang yang bersifat memaksa. Dalam sistem terbuka hukum perjanjian atau asas kebebasan berkontrak yang penting adalah "semua perjanjian"(perjanjian dari macam apa saja), akan tetapi yang lebih penting lagi adalah bagian "mengikatnya" perjanjian sebagai Undang­undang.Kebebasan Berkontrak merupakan asas yang sangat penting dalam hukum pe:ganjian.Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas,pancaran dari Hak Arasi Manusia.
(J.Savio,1999,OP,Cit.,ha1.37.R.Subekti,OP,Cit.hal4-5)

3. ASAS KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN
Asas ini juga disebut sebagai asas pengikatnya suatu perjanjian,yang berarti para pihak yang mambuat perjanjian itu terikat pada kesepakatan perjanjian yang telah mereka perbuat.Dengan kata lain perjanjian yang diperbuat secara sah berlaku seperti berlakunya undang-undang bagi para pihak yang membutnya.Asas Pacta Sun Servanda ini terdapat dalam ketentuan pasal 1338 ayat(1) dan ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan"semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang mambuatnya.Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan yang oleh undang-undang sudah dinyatakan cukup untuk itu.
Dari perkataan "berlaku sebagai undang-undang dan tidak dapat ditarik kembali"berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya,bahkan perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan pihak lawannya.berarti para pihak harus mentaati apa yang mereka sepakati bersama.Pelanggaran terhadap isi perjanjian oleh salah satu pihak menyebabkan pihak lain dapat melakukan tuntutan atas dasar wanprestasi dari pihak lawan. Asas ini berarti siapa yang berjanji harus menepatinya atau siapa berhutang harus membayarnya.

4. ASAS ITIKAD BAIK (GOOD FAITH)
Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow.Asas ini berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asa itikad baik ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menentukan"persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik". Itikad baik dapat dibedakan dalam pengertian subjektif dan objektif.Itikad baik dari segi subjektif berarti kejujuran.Hal ini berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian. Itikad baik dalam segi objektif berarti kepatutan yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hakdan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
5 ASAS KEPERCAYAAN(VETROUWENSBEGINSEL)
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya  dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan kedua belah pihak, dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya untuk keduanya prrjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

6. ASAS PERSONALIA
Asas ini merupakan asas pertama dalam hukum perjanjian yang pengaturannya dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1315 KUH Perdatya yang bunyinya" pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri". Dari rumusan tersebut diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai iadividu atau pribadi hanya dapat mengikat dan berlaku untuk dirinya sendiri.

7. ASAS PERSAMAAN HUKUM
Asas ini menempatkan para pihak didalam persamaan derajat dan tidak dibeda­bedakan baik dari warna kulitnya,bangsa.kekayaan,jabatan dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk saling menghormati satu sama lain sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

8. ASAS KESEIMBANGAN
Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,namun kreditur memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

9. ASAS KEPASTIAN HUKUM
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum.Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

10. ASAS MORAL
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar,dimana suatu perbuatan sukarela seseorang ddak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari pihak debitur.juga hal ini dapat terlihat dalam Zaakwarneming, dimana seseorang yang melakukan perbuatan sulcxela(moral) yhang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya juga asas ini terdapat dalam pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan kesusilaan(moral), sebagai panggilan hati nuraninya.

11. ASAS KEPATUTAN
Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata.Asas kepatutan disini barkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.Asas ini merupakan ukuran tentang hubungan yang ditentukan juga oleh rasa keadilan masyarakat.

12. ASAS KEBIASAAN
Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. Pasal 1347 KUH Perdata,yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa saja yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam kebiasaan dan lazim diikuti.

13. ASAS PERLINDUNGAN
Asas perlindungan mengandung arti bahwa antara kreditur dan debitur harus dilindungi oleh hukum.Namun yang perlu mendapat perlindungan adalah pihak debitur karena piuhak ini berada pada posisi yang lemah.
Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan daripada pihak dalam menentukan dan membuat suatu perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari.Dengan demikian dapat dipahami bahwa dari keseluruhan asas tersebut diatas merupakan hal yang penting dan mutlak harus diperhatikan bagi para pembuat perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
ASAS PERJANJIAN INTERNASIONAL

1.      Asas Lex Loci
Celeberation yaitu suatu asas yang menyataka dimana tempat perkawinan diresmikan atau dilangsungkan maka menggunakan sistem hukum dimana tempat perkawinan tersebut diresmikan.
2.      Asas Domicili
yaitu asas yang menentukan dimana subyek hukum tersebut berkedudukan atau bertempat tinggal secara sah menurut hukum
3.       Asas Nasionalitas
yaitu asas mengenai kewarganegaraan seseorang. 4. Lex Fori (tempat Gugatan) yaitu apbila obyek gugatan benda bergerak maka dalam hal mengajukan gugatan berdasarkan dimana beda bergerak tersebut berada
4.      Lex Situs
yaitu apabila obyek gugatan benda tidak bergerak maka dalam hal megajukan gugatan dimana obyek tersebut berada
5.      Lex Loci Contractus
adalah asas mengenai dimana suatu perjanjian kontrak dibuat dan disepakati oleh pihak-pihak
6.      Lex Loci Solutionis
yaitu asas dimana perjanjian dibuat dan pihak-pihak bebas dalam hat menentukan pilihan hukum apabila terjadi wanprestasi atau sangketa yang akan terjadi dibelakang hari.
7.      The Fredom of Contract
yaitu asas kebebasan berkontrak yang artinya setiap orang dapat menentukan isi dan bentuk dari perjanjian, selagi isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan Undang-undang maka perjanjian tersebut adalah sah.
8.      Lex Causae
yaitu penentuan bagaimana suatu perbuat hukum dibatasi oleh system hukum yang akan diberlakukan.

Read more »

Peranan Pemerintah Desa Dalam Peningkatan Pelayanan Masyarakat

Pelayanan masyarakat sudah menjadi kebutuhan dan perhatian di era otonomi daerah sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelayanan masyarakat menjadi suatu tolok ukur kinerja pemerintah yang paling kasat mata. Masyarakat dapat langsung menilai kinerja pemerintah berdasarkan kualitas layanan publik yang diterima, karena kualitas layanan publik menjadi kepentingan banyak orang dan dampaknya langsung dirasakan masyarakat dari semua kalangan, dimana keberhasilan dalam membangun kinerja pelayanan publik secara profesional, efektif, efisien dan akuntabel akan mengangkat citra positif pemerintah di mata warga masyarakatnya.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan pemerintah atau sering disebut birokrasi tidak lain adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini segala kecenderungan dan sifat yang menjadi karakteristik dari masing-masing pihak, baik pemerintah maupun dari masyarakat, samasama
akan memberikan gambaran mengenai bagaimana kinerja pelayanan publik tersebut dilakukan. Dari pihak pemerintah misalnya, karakteristik birokrasi beserta segenap orientasi politiknya akan membawa konsekuensi tersendiri bagi pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Birokrasi yang korup, misalnya hanya akan menjadikan bidang pelayanan publik sebagai ajang untuk memperkaya lahannya. Dalam kondisi ini orientasi pelayanan hanya ditujukan pada pihak-pihak yang bisa memberi kontribusi terhadap kelanggengan
kekuasaannya, maka pelayanan publik menjadi sangat jauh dari yang diharapkan. Sebaliknya birokrasi yang benar-benar berjalan atas dasar nilai-nilai demokrasi, akan banyak mendasarkan kinerjanya pada hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat banyak. Sementara dari sisi masyarakat sebagai pengguna jasa layanan misalnya, partisipasi yang rendah dan kurangnya daya kritis terhadap kinerja pemerintahan, akan menjadikan posisi tawarnya menjadi lemah sehingga tidak ada jalan lain baginya kecuali menerima pemberian layanan apa adanya meski dengan kualitas yang memprihatinkan. 
 
Kualitas pelayanan publik di Indonesia masih jauh dari keadaan efektivitas dan efisiensi yang diharapkan. Banyak argument diajukan sebagai jawaban atas pertanyaanpertanyaan mengenai penyebab terjadi inefektivitas dan inefisiensi dalam pelayanan publik tersebut, antara lain moral dan mental aparat yang rendah, kompetensi manajerial yang rendah, kentalnya kepentingan politik kelompok tertentu, partisipasi masyarakat yang rendah (Effendi, 1991).
 
Lemahnya dan rendahnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan pada satu sisi dapat dipahami bahwa pemerintah sebagai pelayan publik masih mengalami ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan ini tidak saja menghinggapi pemerintahan pada level pusat dan daerah tetapi juga dialami oleh pemerintahan dalam level yang terkecil yakni Desa. Fakta membuktikan bahwa masyarakat desa maupun kelompok bahkan individuindividu sekalipun memerlukan layanan dan harus disadari bahwa banyak sisi kehidupan sehari-hari yang erat kaitannya dengan fungsi layanan yang diemban oleh pemerintah desa, mulai dari Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan penyediaan berbagai fasilitas umum lainnya. Sebenarnya timbulnya layanan umum tidak terlepas dari kepentingan umum yaitu himpunan dari kepentingan pribadi yang telah disublimasikan dan tidak bertentangan dengan norma masyarakat serta aturan yang berlaku dalam rangka
menuju terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

Dari sini nampak pelayanan masyarakat masih cenderung kurang optimal dan masih memiliki berbagai kelemahan, Maka dari uraian singkat di atas mendorong penulis untuk lebih jauh meneliti tentang “Peranan Pemerintah Desa Dalam Peningkatan Pelayanan Masyarakat di Desa Tompaso II Kecamatan Tompaso Barat Kabupaten Minahasa”.
Penelitian ini adalah penelitian dengan jenis deskriptif kualitatif, menurut Ndraha
(1995 : 104) penelitian deskriptif : “merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk
menemukan pengetahuan tentang seluas-luasnya obyek research pada satu masa atau saat
tertentu”.
Nasir (1998 : 63) mengemukakan pengertian metode deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti status kelompok manusia sekelompok obyek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Adapun tujuan dari
peneltian deskriptif menurut Nasir (1998 : 63) adalah “untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat suatu
hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang
mencoba untuk menggambarkan fenomena-fenomena alam, fenomena sosial yang
dinarasikan tanpa menggunakan analisis statistika.
Fokus penelitian ini adalah Peranan Pemerintah Desa Dalam Peningkatan Pelayanan
Masyarakat. Penelitian ini akan dilakukan di Desa Tompaso II Kecamatan Tompaso Barat
Kabuapaten Minahasa.
Pengambilan stunber data yang berupa paper adalah catatan-catatan, arsip-arsip
maupun dokumen-dokumen yang terdapat di Desa Tompaso II Kecamatan Tompaso Barat.
Pelaksanaan Penelitian dilakukan untuk melihat Peranan Pemerintah Desa, dalam
hal ini penulis menggunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel
berdasarkan kebutuhan dan penilaian sendiri dari peneliti.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan informan kunci (key informan) dan
informan utama yaitu sebagai berikut :

1. Informan kunci (key informan) meliputi Kepala Desa (Hukum Tua) dan Perangkat
Desa.
2. Informan Utama yaitu masyarakat yang berada di Desa Tompaso II.
Para informan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Peranan
Pemerintah Desa Dalam Peningkatan Pelayanan Masyarakat.

Read more »

Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan Pelayan Publik

a. Kebijaksanaan/Kebijakan
Pemerintah dalam peningkatan pelayanan publik terdapat beberapa kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal ini biasa juga disebut sebagai kebijaksanaan. Kebijaksanaan Menurut Amara Raksasataya, adalah sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. (Islamy,op cit; h-17)
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dr. SP. Siagian, MPA dalam proses pengolahan Pembangunan Nasional, bahwa :
“Kebijaksanaan adalah serangkaian keputusan yang sifatya mendasar untuk dipergunaan sebagai landasan bertindak dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sebelumnya”. (Siagian, op cit ., h.49)
Kesimpulannya, Kebijakan/kebijaksanaan adalah suatu rangkaian keputusan yang telah di tetapkan dengan cara yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelum kebijakan tersebut diambil.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan, yaitu :
1. Adanya pengaruh tekanan dari luar
2. Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme)
3. Adanya pengaruh sifat pribadi
4. Adanya pengaruh dari kelompok luar
5. Adanya pengaruh keadaan masa lalu. (Islamy, op cit., h.25)

Selain itu, terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi dalam pembuatan kebijaksanaan, yaitu :
  1. Sulitnya memperoleh informasi yang cukup
  2. Bukti-bukti sulit disimpulkan
  3. Adanya berbagai macam kepentingan yang berbeda mempengaruhi pilihan tindakan yang berbeda-beda pula
  4. Dampak kebijaksanaan sulit dikenali
  5. Umpan balik kepututusan bersifat sporadis
  6. Proses perumusan kebijkasanaan tidak mengerti dengan benar. (Ibid., h.27)
b. Kebijakan Publik
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa yang disebut dengan Kebijakan Publik. Kebijakan-kebijakan tersebut kita temukan dalam bidang kesejahteraan sosial, di bidang kesehatan, perumahan rakyat, pembangunan ekonomi, pendidikan nasional dan lain sebagainya. Namun keberhasilan darikebijakan-kebijakan tersebut boleh dikatakan seimbang dengan- kegagalan yg terjadi. Oleh karena luasnya dimensi yang dipengaruhi oleh kebijakan publik.

Salah satu defenisi yang diberikan oleh Robert Eyestone tentang kebijakan publik adalah “secara luas” kebijakan publik dapat didefenisikan sebagai “Hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. Selanjutnya Carl Fried memandang kebiajakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah -dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan – hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusukan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Selain itu, gagasan bahwa kebijakan mencakup perilaku yang mempunyai maksud yang layak mendapat perhatian dan sekaligus harus dilihat sebagai bagian defenisi kebijakan publik yang penting, sekalipun maksud atau tujuan dari tindakan-tindakan pemerintah yang dikemukakan dalam defenisi ini mungkin tidak selalu mudah dipahami.

Proses kebijakan dapat dilukiskan sebagai tuntunan perubahan dalam perkembangan menyiapkan, menentukan, melaksanakan dan mengendalikan suatu kebijakan. Dengan kata lain bahwa proses adalah merupakan keseluruhan tuntunan peristiwa dan perbuatan dinamis.

Defenisi lain mengatakan bahwa kebijakan public pun ditawarkan oleh Carl freadrich (1969:79) yang mengatakan bahwa :
“ Kebijakan pubik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) da kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijaan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinnya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”. Carl Freadrich (1969:79)

Menurut David Easton dalam bukunya yang berjudul The Political System (1953 : 129) membeikan defenisi tentang kebijakan public yaitu “ Pengalokasian nilai-nilai secara sah/paksa kepada seluruh masyarakat”

Dalam kaitannya dengan defenisi tersebut maka dapat disimpulkan beberapa karakteristik utama suatu defenisi kebijakan public, yaitu :

  • Pada umumnya kebijakan public perhatianya diitujukan pada tindakan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu dari pada perlau yang berubah atau acak.
  • Kebijkan public pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada kepuasan yang berpindah-pindah.
  • Kebijakan public merupakan apa yang sesungguhnya yang dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatu perdagangan,- mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan.
  • Kebijakan public dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan public melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan public dapat melibatkan suatu keputusa pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dala konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan.
  • Kebijka public, paling tidak secara positif, didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
c. Implementasi Kebijakan
Kamus Webster, merumuskan secara singkat bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana dan untuk melaksanakan sesuatu), to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).

Kalau pandangan tersebut kita pahami, maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan (biasanya dalam bentuk Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden).

Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara menstruktur/mengatur proses implemntasinya.

Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali denga tahapan pengesahan undang-undang, kemudian outpun kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan lkeputusan oleh badan (instansi) pelaksana, kesediaan. Proses pengimplementasian suatu kebijakan dipengaruhi oleh dua unsur yaitu adanya program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan, adanya target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari program kebijaksanaan, adanya unsur pelaksana (implementer)baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung-jawab dala pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam proses implementasi kebijaksanaan tersebut.
Tahapan implementasi sebuah kebijakan merupakan tahapan yang krusial, karena tahapan ini menentukan keberhasilan sebuah kebijakan. Tahapan implementasi perlu dipersiapkan dengan baik pada tahap perumusan dan pembuatan kebijakan.
George Edwards III (1980) mengungkapkan ada empat faktor dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu:
1. Komunikasi
2. Sumber daya
3. Disposisi atau perilaku
4. Struktur Birokratik

Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi.
Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai sebuah proses pengumpulan sumber daya Alam dan Sumber Daya Manusia dan diikuti dengan penentuan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan kebijakan.

Rangkaian tindakan yang diambil tersebut merupakan bentuk transformasi rumusan-rumusan yang diputuskan dalam kebijakan menjadi p0la-pola operasional yang pada akhirnya akan menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang telah- diambil sebelumnya. Hakikat utama implementasi adalah pemahaman atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan.

Dalam pandangan George C. Edwards yang diikuti dalam buku Leo Agustino (2006:149), Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yaitu:
a. Komunikasi, keberhasilan implementasi kebijakan masyarakat agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok- sasaran, maka kemugkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
b. Sumber Daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya financial.
c. Disposisi, merupaka watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis.
d. Struktur Organisasi, merupakan yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengatuh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Tahapan ini tentu saja melibatkan seluruh stake holder yang ada, baik sektor swasta maupun publik secara kelompok maupun individual. Implementasi kebijakan meliputi tiga unsur yakni tindakan yang diambil oleh badan atau lembaga administratif; tindakan yang mencerminkan ketaatan kelompok target serta jejaring sosial politik dan ekonomi yang mempengaruhi tindakan para stake holder tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut pada akhirnya akan menimbulkan- dampak, baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang tidak diharapkan.

“Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan”

Perlu dipahami bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Chif J. O. Udoji (1981) dengan mengatakan bahwa:

“ hasil akhir implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa indikator yakni hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret, keluaran atau outcome yang biasanya berwujud rumusan target semisal tercapainya pengertian masyarakat atau lembaga, manfaat atau benefit yang wujudnya beragam; dampak atau impact baik yang diinginkan maupun yang tak diinginkan serta kelompok target baik individu maupun kelompok”. Chif J. O. Udoji (1981)

Read more »

Untuk mencapai efektivitas dalam pengelolaan taman

Untuk mencapai efektivitas didalam pengelolaan taman, hendaknyadiperhatikan beberapa hal prinsip dalam pengelolaan taman seperti berikut :
1. Penetapan tujuan dan standart pengelolaan
Tahap pertama pemeliharaan taman adalah menetapkan tujuan umum pemeliharaan taman. Tahap ini berisi rencana dan tujuan pengelola sebagai penaggung jawab terhadap kelancaran dan keberhasilan pengelola taman.

Tujuan umum pengelola taman antara lain :
- Areal taman hendaknya selalu dijaga kebersihannya setiapwaktu.
- Areal taman dan segala fasilitasnya dirawat agar dapat digunakan secaraoptimal dan tampak indah.
- Areal taman dan fasiltasnya dipelihara untuk menciptakan lingkungan yangsehat.

Pemeliharaan taman dilakukan untuk menimbulkan rasa memiliki barang umum ( public goods ) dengan cara menyediakan areal dan fasilitas ditaman agar masyarakat merasa ikut memiliki sihingga bisa menikmati kenyamanan taman.
Faktor yang mempengaruhi tujuan pengelolaan taman antara lain :
- Intensitas penggunaan taman.
- Iklim dan cuaca.
- Topografi.
- Jenis dan program pemeliharaan yang dilakukan.
- Tingkat vandalisme.
2. Pengelolaan taman harus dilakukan secara ekonomis (waktu, tenaga kerja, peralatan, dan bahan).
  • Seluruh pekerjaan pemeliharaan taman harus dilakukan secepat mungkin setelah jadwal kerja ditetapkan.
  • Jumlah tenaga kerja harus optimal, tidak berlebihan atau kekurangan (disesuaikan dengan luas taman dan kemampuan pekerja ).
  • Mempunyai peralatan yang lengkap (penggunaan alat secara makanisas merupakan usaha peningkatan pekerjaan pemeliharaan agar lebih ekonomis.
  • Penggunaan bahan-bahan yang tepat (pupuk, pestisida), disesuaikan dengan kebutuhan dilapang. Jumlah dan dosis penggunaannya setepat mungkin sehingga tercapai efesiensi secara ekonomis.
3. Operasional pemeliharaan pada perencanaan tertulis yang logis
Setiap pengelola harus memiliki rencana pemeliharaan yang rinci dan tersusun secara komperhensif serta saling terkait satu sama lain. Suatu rencana hendaknya berisi hal-hal berikut :
- Pendekatan-pendekatan sistematis yang digunakan dalam penyempurnaan pekerjaan.
- Metode yang benar dan logis untuk menduga kebutuhan anggaran pemeliharaan
Adanya rencana tersebut dapat dapat menjdai alat komunikasi yang baik
antara bawahan denga atasan dalam suatu organisasi pengelolaan taman.
4. Jadwal pekerjaan pemeliharaan taman harus didasarkan pada kebijaksanaan dan prioritas yang benar.
Keputusan mengenai kapan dan apa yang harus dilakukan atau dikerjakan adalah sangat penting bagi pengelola taman. Hal ini dapat dilakukan jika pemantauan intensif.
5. Mencegah lebih baik daripada mengobati
Hal ini perlu ditekankan karena lebih baik mencegah daripada mengobati. Pemeliharaan pencegahan pada umumnya dilakukan secara rutin untuk melindungi tanaman dari gangguan atau serangan yang tidak kita harapkan.
6. Pengelolaan taman harus diorganisir dengan baik
Organisasi yang baik menghasilkan efisiensi dan efektivitas pengguna tenaga kerja, peralatan, bahan, dan waktu.

7. Sumber dana yang cukup dapat mendukung program pemeliharaan yang telah ditetapkan.
Biaya pemeliharaan merupakan penggerak utama untuk kelancaran pekerjaan. Saat ini, sebagian besar orang masih beranggapan yang penting adalah membangun lebih dahulu, sedangkan pemeliharaan adalah urusan belakangan, hal ini menyebabkan banyak pemilik taman tidak menganggarkan biaya pemeliharaan. Akibatnya banyak taman yang dibangun dengan biaya mahal, tetapi tidak terawat dengan baik.
8. Penyediaan tenaga kerja yang cukup, sangat penting untuk melaksanakan fungsifungsi pemeliharaan.
Tenaga kerja dapat terdiri dari tenaga kerja tetap dan tenaga kerja harian. Tenaga kerja hendaknya orang yang menguasai penggunaan peralatan dan pemeliharaan peralatan.
9. Program pengelolaan harus dirancang untuk melindungi lingkungan alam
Didaerah perkotaan yang memiliki sedikit ruang terbuka hijau, kehadiran taman baik taman rumah, taman perkantoran, taman bermain anak-anak, taman perkotaan, maupun taman jalur hijau sangat berarti bagi perlindungan lingkungan hidup manusia, tumbuhan dan satwa liar. Fungsi ruang terbuka hijau antara lain :
- Sebagai paru-paru kota (mamproduksi oksigen, menciptakan udara yang lebih segar, menyerap berbagai jenis polutan).
- Mendukung konservasi tanah dan air.
- Dapat menjadi habitat beberapa satwa liar (burung, kupu-kupu, capung, dan lain-lain).
- Menjadi elemen estetika bagi lingkungan sekitarnya.99
Oleh karenanya, program pemeliharaan yang baik dapat melestarikan kehadiran taman-taman yang ada menjadi ruang terbuka hijau yang nyaman.
10. Pengelolaan pemeliharaan taman harus bertanggung jawab terhadap keamanan umum dan para operator pemelihara taman.
Adanya tanggung jawab pengelola akan memberikan jaminan kenyamanan pengguna taman dan ketenangan bekerja bagi para operator pemelihara taman. Oleh karena itu, pemantauan terhadap elemen-elemen taman
dan fasilitasnya harus dilakukan secara rutin sehingga tidak membahayakan pengunjung. Keselamatan dan keamanan operator pemelihara taman dapat siusahakan dengan cara memberikan fasilitas alat bantu yang cukup.
11. Pemeliharaan dijadikan pertimbanagan utama dalam perancangan dan pembangunan taman.
Bahan dan fasilitas yang digunakan hendaknya tahan lama, mudah dipelihara, mudah diperbaki, dan mudah diganti. Selain itu juga perlu pertimbangan lain, seperti segi estetika, keamanan, biaya, dan fungsi.
12. Para operator pemelihara harus bertanggung jawab terhadap terhadap pengelola pemelihara taman.
Masyaarakat pengguna taman akan memberikan penghargaan yang baik terhadap pengelola taman bila taman yang ada dapat memenuhi fungsinya secara optimal. Kondisi tersebut sebenarnya tanggung jawab operator pemelhara taman. Baik buruknya hasil pekerjaan para operator pemelihara taman akan memberikan dampak positif/negatif bagi citra badan pengelola tersebut dimata masyarakat pengguna taman.

Read more »

PENGELOLAAN ARSITEKTUR TAMAN KOTA

Pada dasarnya dalam satu hari setiap manusia membutuhkan ½ kilogram Oksigen dan sebuah pohon menghasilkan 1 kg oksigen. Artinya dalam satu hari dua orang manusia membutuhkan satu pohon untuk memenuhi kebutuhan oksigennya.
Kepadatan penduduk di kota-kota besar Indonesia sejalan dengan padatnya hunian dari rumah berkategori menengah kebawah sampai perumahan elite, belum ditambah dengan perkantoran, pusat perbelanjaan sampai pabrik-parbrik yang menjadi ciri khas kota besar di Indonesia yang memiliki daya tarik secara ekonomi yang membuat orang beramai-ramai hijrah dari daerah perkampungan untuk mencari peruntungan (Andriana, 2007). 
Taman perkotaan yang merupakan lahan terbuka hijau, dapat berperan dalam membantu fungsi hidrologi dalam hal penyerapan air dan mereduksi potensi banjir. Pepohonan melalui perakarannya yang dalam mampu meresapkan air ke dalam tanah, sehingga pasokan air dalam tanah (water saving) semakin meningkat dan jumlah aliran limpasan air juga berkurang yang akan mengurangi terjadinya banjir. Diperkirakan untuk setiap hektar ruang terbuka hijau, mampu menyimpan 900 m3 air tanah per tahun. Sehingga kekeringan sumur penduduk di musim kemarau dapat diatasi. Sekarang sedang digalakan pembuatan biopori di samping untuk dapat meningkatkan air hujan yang dapat tersimpan dalam tanah, juga akan memperbaiki kesuburan tanah. Pembuatan biopori sangat sederhana dengan mengebor tanah sedalam satu meter yang kemudian dimasuki dengan sampah, maka di samping akan meningkatkan air tersimpan juga akan meningkatkan jumlah cacing tanah dalam lubangan tadi yang akan ikut andil menyuburkan tanah.
Taman kota mempunyai fungsi kesehatan. Taman yang penuh dengan pohon sebagai jantungnya paru-paru kota merupakan produsen oksigen yang belum tergantikan fungsinya. Peran pepohonan yang tidak dapat digantikan yang lain adalah berkaitan dengan penyediaan oksigen bagi kehidupan manusia. Setiap satu hektar ruang terbuka hijau diperkirakan mampu menghasilkan 0,6 ton oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk perhari, membuat dapat bernafas dengan lega.
Taman dapat juga sebagai tempat berolah raga dan rekreasi yang mempunyai nilai sosial, ekonomi, dan edukatif. Tersedianya lahan yang teduh sejuk dan nyaman, mendorong warga kota dapat memanfaatkan sebagai sarana berjalan kaki setiap pagi, olahraga dan bermain, dalam lingkungan kota yang benar-benar asri, sejuk, dan segar sehingga dapat menghilangkan rasa capek. Taman kota yang rindang mampu mengurangi suhu lima sampai delapan derajat celsius, sehingga terasa sejuk.
Bahkan dari ramainya pengunjung tidak menutup kemungkinan banyak penjual jajanan untuk menyediakan makanan. Nampaknya warga kota solo mengidamkan benar tempat yang segar dan nyaman, suatu contoh setiap hari minggu kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta banyak dimanfaatkan masyarakat Surakarta untuk jalan pagi sehat (olahraga) karena rindangnya kampus yang penuh pepohonan, topografi yang bergelombang menambah daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Tidak berlebih jika dikatakan sebagai kampus hijau. Sayangnya pepohonan berbuah seperti sawo manila walaupun banyak namun masih kecil, sehingga belum mengundang burung tinggal di kampus. Kondisi yang ramai ini mengundang banyak asongan untuk menjajankan makanannya, namun tentunya harus diatur dan ditertibkan.
Dengan terpeliharanya dan tertatanya taman kota dengan baik akan meningkatkan kebersihan dan keindahan lingkungan, sehingga akan memiliki nilai estetika. Taman kota yang indah, dapat juga digunakan warga setempat untuk memperoleh sarana rekreasi dan tempat anak-anak bermain dan belajar.
Bahkan taman kota indah dapat mempunyai daya tarik dan nilai jual bagi pengunjung. Solo merupakan kota budaya yang memiliki daya tarik peninggalan budaya seperti kraton kasunanan dan kraton mangkunegaran. Jika lingkungan kotanya sehat dengan taman kotanya tertata indah akan menambah daya tarik bagi wisatawan.
Fungsi yang terakhir adalah fungsi sosial, dimana taman kota menjadi tempat bagi berbagai macam aktivitas sosial seperti berolahraga, rekreasi, diskusi dan lain-lain. Fungsi ini pada dasarnya menjadi kebutuhan warga kota sendiri yang secara naluri membutuhkan ruang terbuka untuk bersosialisasi sekaligus menyerap energi alam (Solo Pos, 2007).

Taman juga memiliki fungsi sebagai tempat pengelolaan seni budaya dan minimal harus melakukan peningkatan dan pengembangan kesenian, menyelenggarakan penyajian kesenian dan melaksanakan pendokumentasian dan informasi seni budaya (Anonim, 2009 ).
Kota tidak hanya merupakan kumpulan gedung-gedung dan sarana fisik lainnya. Akan tetapi, sebuah kota adalah kesatuan antara lingkungan fisik kota dan warga kota. Dua komponen ekosistem ini akan selalu akan berinteraksi selama proses berkembangnya kota. Perubahan-perubahan yang bersifat positif akan memberi manfaat bagi kehidupan kota. Kebanyakan kota di negara berkembang seperti di Indonesia dibangun berdasarkan latar balakng agraris, demikian juga dengan kota jakarta.
Lahan-lahan pertanian di perkotaan yang merupakan ruang terbuka hijau sudah banyak berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan warga kota. Lahan-lahan pertanian yang berada di dalam kota merupakan ruang terbuka hijau produktif yang memberikan penghidupan dan sebagian kebutuhan hasil pertanian bagi warga kota.
Penataan ruang terbuka hijau (RTH) secara tepat akan mampu berperan meningkatkan kualitas atmosfer kota, penyegaran udara, menurunkan kadar polusi udara, dan meredam kebisingan. Penelitian Embleton (1963) menyatakan bahwa 1 hektar ruang terbuka hijau dapat meredam kebisingan 25-80%. 

Pada umumnya ruang terbuka hijau dapat diproduksi oleh tanaman dan tumbuhan, dimana unsur ini banyak berpengaruh terhadap kualitas udara kota. Tanaman dapat menciptakan iklim mikro, yaitu adanya penurunan suhu sekiar, kelembapan yang cukup dan kadar O2 yang bertambah. Hal ini dikarenakan adanya proses asimilasi dan evapotranspirasi dari tanaman. Disamping itu, tanaman juga dapat menyerap/mengurangi CO2 di udara yang dihasilakn oleh berbagai kegiatan seperti industri, kendaraan bermotor, dan sebagainya. 

Menurut hasil penelitian Gerakls, 1 (satu) hektar ruang terbuka hijau dapat menghasilkan 0,6 ton oksigen untuk konsumsi 1.500 orang perhari. Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa tanaman dengan kriteria tertentu dapat meredam/mengurangi kebisingan. Kotra yang baik sebaiknya menyajikan kebutuhan yang behubungan dengan kenyamanan dan kualitas lingkungan pda tingkat kewajaran sesuai dengan standar hidup sehat bagi warga kota. Peranan ruang terbuka hijau kota (RTHK) terhadap kelestarian lingkungan antara lain sebagai berikut :

1. Menunjang tata guna dan pelestarian air. Kondisi tata air tanah pada cekungan artesis. Jakarata yang sudah semakin buruk telah tampak gejalanya, yaitu merembesnya air laut jauh kedaratan (salt intrusion), semakin keringnya sumber-sumber air bawah tanah, menurunnya kualitas air. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pengembangan sistem ruang terbuka hijau yang terencana seperti program recharging hole, mengeleminir banjir, perbaikan daerah aliran sungai, dan perluasan area daerah peresapan air hujan.

2. Menunjang tata guna dan pelestarian tanah. Suatu penetapan peruntukan yang kurang bijaksana dapat menyebabkan ekosistem terganggu. Oleh karenanya pola ruang terbuka hijau dalam sistem tata ruang terbuka kota dapat dipergunakan sebagai alat pengendali tata guna tanah secara luas dan dinamis.
Disamping itu, pengembangan ruang terbuka hijau mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kondisi tanah itu sendiri secara alamiah. Sehingga perlu adanya program-program perbaikan tanah kritis, pencegahan erosi,
peningkatan kualitas lingkunagn (pemukiman, industri, jalur transportasi, dan sebagainya).
3. Menunjang pelestarian plasma nutfah. Dengan pengembangan ruang terbuka hijau maka diharapkan dapat diterapkan progam penghijauan pada ruangruang terbuka kota. Hal ini memungkinkan adanya penerapan berbagai jenis tanaman yang dapat memberikan keanekaragaman hayati. Disamping itu, dengan adanya berbagai jenis vegetasi yang terdapat pada ruang terbuka hijau, dapat menjadi habitat kehidupan satwa liar terutama berbagai jenis burung.  Satwa-satwa tersebut sudah sangat langka/jarang ditemui dilingkungan perkotaan. Dengan demikian, ruang terbuka hijau dapat berfungsi sebagai tempat pelestarian keanekaragaman jenis flora maupun fauna dalam upaya pelestarian plasma nutfah (Hakim et all, 2002). 

Rancangan taman harus cukup sederhana untuk mudah dimengerti, artinya tidak diselingi oleh hal-hal yang kurang beralasan, menentramkan dan dalam keadaan seimbang, mempunyai cukup variasi untuk menarik suatu perhatian, mempunyai pengaruh yang mengesankan, sehingga rancangan kota secara prinsip termasuk fasilitas umum yang dapat diakses oleh setiap warga kota tanpa membayar uang. Oleh karena itu taman kota
yang bagus adalah taman kota yang mampu mengakomodasi berbagai kegiatan (fungsí) pengguna serta dapat digunakan oleh siapa saja (berbagai kelompok umur, jenis kelamin, dan tingkat sosial) termasuk para penyandang cacat. 

Suatu hamparan rumput merupakan salah satu area di taman yang memungkinkan aktivitas pengunjung paling beragam, baik kegiatan aktif (seperti berlari, melompat, melakukan permainan dan sebagainnya) maupun pasif (duduk, membaca, piknik dan lain-lain). Intensitas penggunaan taman yang tinggi berakibat pada persoalan diantaranya terganggunya pertumbuhan rumput sehingga beberapa bagian rumput botak dan merusak estetika hamparan rumput secara keseluruhan.
Kebotakan hamparan rumput disebabkan berbagai persoalan diantaranya terjadinya pemadatan tanah, kurangnya capaian air irigasi masuk daerah perakaran, serta genetik kecepatan tumbuh jenis rumput. Akan tetapi dalam konteks persoalan diatas yang paling berpengaruh adalah pemadatan tanah. Sistem perakaran sangat dibutuhkan dan biasanya tidak dapat tumbuh dengan baik di tanah padat. Cara pemelihara taman mengidentifikasi tanah padat diantaranya adalah :
  1. Genangan air pada permukaan tanah lama tidak meresap hujan terjadi.
  2. Akar tanaman, khususnya pohon, dekat/terlihat di permukaan tanah.
  3. Tanaman yang baru ditanam seperti tanaman dua musiman dan herba susahtumbuh.
  4. Daun menguning, khususnya selama musim penghujan saat daun mulai tumbuh menjadi dewasa, beberapa mengurangi perkembangan daun selama musim tumbuh.
  5. Kehadiran beberapa rumput atau gulma yang subur pada tanah padat. Misalnya goosegrass dan rumput gajahan.
  6. Timbulnya beberapa hama dan penyakit pada tanaman baru yang ditimbulkan oleh drainase yang buruk dan kekurangan oksigen.
  7. Tahan dari pengolahan tanah dengan sekop, cangkul, tusukan dan pemeriksaan dengan pisau.
Upaya perbaikan hamparan diantaranya dengan melakukan beberapa kegiatan diantaranya coring (membuat lubang-lubang kecil dimana bagian tanah keras sebagian dibuang), spike (memecah agregat tanah padat dengan pisau), top dress (pemeberian media tanam dipermukaan pasir), pemupukan, pengapuran, irigasi, yang cukup serta penanaman kembali jika diperlukan (Anonim, 2009). Pemelihara taman harus menjalin komunikasi yang baik dengan arsitek taman untuk menerima saran-saran pemeliharaan sesuai dengan yang direncanakan. Pemelihara taman juga harus berkomunikasi dengan kontraktor taman karena pemelihara taman akan melanjutkan pemeliharaan yang telah dilaksanakan oleh kontraktor taman karena pemelihara taman akan melanjutkan pemeliharaan yang telah dilaksanakan oleh kontraktor selama dalam jaminannya.
Komunikasi dengan nurseryman juga diperlukan pada waktu pergantian tanaman yang rusak/mati atau untuk konsultasi. Hal ini dikarenakan pada umumnya nurseryman merupakan orang yang paling cepat tahu akan karakter tanaman sehingga kebutuhan pupuk, jenis pestisida, dan perlakuan yang cocok untuk tiap jenis tanaman dapat diberikan secara benar. Sementara itu, komunikasi dengan pemasok material/elemen keras diperlukan pada saat perbaikan atau penggantian elemen keras (Arifin et all, 2005).
Taman merupakan tempat-tempat yang komplek dan saling berhubungan. Pengguna area adalah elemen fisik yang komplek dan saling menguntungkan. Permasalahannya adalah ketika bahan-bahan yang saling berhubungan dengan yang lain dapat menimbulkan gangguan terhadap masyarakat (Rutledge, 1971). Banyak komponen penting penyusun suatu lansekap, baik tersusun secara alami atau buatan. Soft material, dalam hal ini ialah tanaman, memiliki peranan penting sebagi penyusun lanskap. Tidak hanya cantik, tanaman lanskap juga terbukti mampu meningkatkan kualitas lingkungan (Lestari, et all, 2008). Pengelolaan taman dan pemeliharaan tanaman berperan penting dalam menentukan keberhasilan proyek pembangunan lanskap. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan mengenai aspek-aspek pengelolaan dan pemeliharaan tersebut. Aspek-aspek tersebut meliputi pembersihan areal taman dan tanaman, penyiangan gulma, penggemburan dan aerasi tanah, serta penyiraman.

Daftar Bacaan
Anonim. 2009. Pemeliharaan Taman Kota. www.pustakaiptek.co.id. Diakses pada hari Minggu 7 juni 2009 pukul 15.46 wib.
Anonim. 2009. Jadikan Taman Budaya Rumah Seniman. http://harianjoglosemar.com. Diakses pada hari Jumat 6 Februari 2009 pada pukul 13.34 WIB.
Arifin, Hadi Susilo dan Nurhayati HS Arifin. 2005. Pemeliharaan Taman. Penebar Swadaya, Jakarta.
Deni, Andriana. 2007. Manfaat Taman Ruang Hijau Terbuka. Majalah Greeners. Bandung. 

Read more »

Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Karbon Hutan
Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan terdiri dari 3 komponen pokok menurut Hairiah, et al., 2001 yaitu:
  1. Biomassa : massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.
  2. Nekromasa: massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon) yang telah tumbang/tergelatak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum lapuk.
  3. Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.
Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C tersebut dapat di bedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

A. Karbon di atas permukaan tanah meliputi: Biomasa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran,
biomasa pohon dapat diestimasi dengan mengunakan persamaan alometrik yang di dasarkan pada pengukuran diameter batang.

Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).
Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus di ukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat.
Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

B. Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomassa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya.
Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian dan seluruhnya di rombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.

Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon
Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009).

Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di antara GRK penting diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Dengan kontribusinya lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (antropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 300 C lebih dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti yang diuraikan di atas, peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang sangat mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009).
 
Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan “net growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih/ekstra. Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 atmosfer (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009).

Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan defostasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomassa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Lasco et al., (2004) dalam Bako, 2009).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan: (a) meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo & Salomon (1988) dalam Bako, 2009).

Model Alometrik Penduga Karbon Hutan
Model adalah rangkuman atau penyederhanaan dari suatu sistem (Hall & Day, 1976 dalam Onrizal, 2004), sehingga hanya faktor dominan atau komponen yang relevan saja dari masalah yang dianalisis yang diikutsertakan dalam menunjukkan hubungan langsung dan tidak langsung dalam pengertian sebab akibat (Jorgensen, 1988, Grant et al., 1997 dalam Onrizal 2004). Permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dalam beberapa cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Hall & Day, 1976 dalam Onrizal, 2004). Sementara itu sistem merupakan suatu kumpulan dari bagian-bagian (komponen) yang berinteraksi menurut proses tertentu (Gasperz, 1992, Odum, 1992 dalam Onrizal, 2004).

Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun, serta karena penyakit, sisanya tergabung dalam struktur dan tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan pengalokasian karbon (Raymon et al., 1983, Johnsen et al., 2001 dalam Onrizal, 2004).

Model biomassa mensimulasikan penyerapan karbon melalui proses fotosintesis dan penghilangan karbon melalui respirasi. Penyerapan karbon bersih disimpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa direpresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter (Boer & Ginting, 1996 ; Onrizal, 2004).

Dalam pembuatan model, dibutuhkan peubah-peubah yang mendukung keberadaan model tersebut, yakni adanya korelasi yang tinggi antar peubah-peubah penciri. Berbagai model biomassa tegakan hutan yang telah dibangun didasarkan fungsi dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan analisis regresi alometrik, fungsi taper, atau persamaan polynomial (Pastor et al., 1984 ; Onrizal, 2004).

Johnsen (2001) dalam Onrizal (2004) menyatakan bahwa model penduga karbon dapat diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon. Hilmi (2003) dalam Onrizal (2004) telah membangun model penduga karbon untuk kelompok jenis Rhizophora spp dan Bruguiera spp., dimana kandungan karbon pohon merupakan fungsi diameter dan atau tinggi pohon, dan fungsi dari biomassa pohon dengan menggunakan pesamaan regresi alometrik.

Hubungan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh karakteristik yang berbeda dalam pohon. Contohnya hubungan antara volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon, yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu persamaan alometrik (Hairiah, et al., 2001).

Persamaan alometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh melakukan penebangan dan perujukan dari berbagai sumber pustaka yang mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk biomassa total W berdasarkan diameter (D) mempunyai bentuk polynomial : W = a + bD + cD2 + cD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb. Dimana W (biomassa total), C (karbon), D (diameter), dan terdiri dari koefisien a dan koefisien b. Setelah persamaan alometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon. Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah, et al., 2001).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo & Salomon, (1988) dalam Rahayu, et al., (2003). Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Lasco et al., (2004) dalam Rahayu, et al., (2003).

Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan karbon di bawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala Petak ukur, tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi. Beberapa penilaian karbon global memperhitungkan aliran karbon (khususnya yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan dekomposisi yang terjadi. Tetapi memperoleh hasil penilaian yang konsisten cukup sulit apabila metode penilaian tidak memperhitungan keseluruhan cadangan karbon yang ada, khususnya di daerah perkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkan lama hidup alat-alat rumah tangga yang terbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalam bentuk kayu untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi sumber emisi karbon. Canadell (2002) dalam Rahayu, et al., (2003) mengatakan bahwa untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat.

Read more »

Pengertian Etnosains

Pendekatan Etnosains : Etnosains berasal dari kata Yunani yakni “Ethnos” yang berarti bangsa dan “Scientia” yang berarti pengetahuan (Werner dan Fenton dalam sebuah website Cha2n:2012). Etnosains adalah pengetahuan yang khas dimiliki oleh suatu bangsa. Tujuan etosains, adalah melukiskan lingkungan sebagaimana dilihat oleh masyarakat yang diteliti. Asumsi dasarnya adalah bahwa lingkungan bersifat kultural, sebab lingkungan yang sama pada umumnya dapat dilihat dan dipahami secara berlainan oleh masyarakat yang berbeda latar belakang kebudayaannya.(Heddy:1994). Dengan pendekatan ini diharapkan kita akan
mampu menebak prilaku masyarakat dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan. Pengaruh pendapat masyarakat terhadap lingkunganmerupakan bagian dari mekanisme yang menghasilkan perilaku  yang nyata dari masyarakat itu sendiri dalam menciptakan perubahan dalam lingkungan mereka.

Pendekatan dalam Etnosains
Dalam studi etnosains terdapat dua pendekatan yang saling berkomparasi, pendekatan tersebut ialah:

a. Pendekatan Prosesual
Vayda dalam Yunita (1999) mengemukakan bahwa untuk membentuk suatu proses, harus ada suatu peristiwa-periatiwa yang saling terkait satu sama lain secara berkesinambungan yang diamini juga oleh Moore dalam Yunita(1999) dengan pendapat tentang rangkaian peristiwa-peristiwa dan tindakan-tindakan
manusia berakumulasi membentuk suatu proses. Dari pendapat para antropolog ini kita dapat menjabarkan, bahwasannya ragkain peristiwa yang dapat diamati dan melibatkan tindakan manusia dapat merupakan peristiwa yang menyumbang pada pengalihan, penciptaan, pemproduksian atau pentaransformasian budaya(termasuk lingkungan di dalamnya). Kasus pembentukan pengetahuan dikalangan para petambak merupakan salah satu kasus untuk menunjukan bagaimana proses pembentukan itu berlangsung dari hari-ke hari, musim- ke musim, melalui rangkain peristiwa tindakan para petambak dalam mensiasati berbagai kesempatan, kendala dan ancaman merekayasa lingkungan bagi kelangsungan hidup mereka.

b. Pendekatan Ekologi
Bibit pendekatan ini telah ditanamkan sejak 1930 0leh Julian H. Steward dalam esai yang berjudul “The Economics and Sosial Basis of Primitive Bonds”, dalam esai inilah Steward pertama kali menyatakan tentang “interaksi budaya dan lingkungan dapat dianalisis dalam kerangka sebab-akibat” melalui sebuah perspektif ekologi budaya. Pendapat Steward di lanjutkan Murphy dalam Heddy (1994) yang mengatakan titik perhatian dari perspektif ini adalah analisis struktur sosial dan kebudayaan. Perhatian baru diarahkan pada lingkungan bilamana lingkungan mempengaruhi atau menentukan tingkahlaku atau organisasi kerja. Perspektif ini menegaskan bahwa penyesuaian berbagai masyarakat pada lingkungannya memerlukan bentuk-bentuk perilaku tertentu, perilaku-perilaku ini berfungsi sebagai proses adaptasi terhadap lingkungannya dan tunduk pada suatu sistem seleksi. Sebagai contoh bentuk adaptasi masyarakat dan lingkungan adalah perilaku penyesuaian kegiatan ekonomi paga petambak dan petani dipengaruhi oleh situasi lingkungan yang berbeda.

Sikap Masyarakat untuk Alam
Banyaka kalangan yang menyatakan, bahwa kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh alam. Alam memberikan apapun yang masyarakat butuhkan dari tempat tinggal sampai kebutuhan untuk bernafas. Namun kini masyarakat sudah menunjukan ciri modernnya. Yakni masyarakat yang mulai menunjukan tanda
yang berbeda dari masyarakat sebelumnya, sebuah masyarakat yang berproses menuju kemajuan disertai pola pikir yang rasional dan kompetitif. Tapi fenomena ketimpangan pembangunan yang berbeda di tiap daerah juga mempengaruhi pola sikap masyarakat terhadap alam. Oleh karena itu Rahmad K.Dwi Susilo (2008) membedakan sikap masyarakat menjadi dua macam yaitu:

a. Antroposentrisme
Antroposentrisme menyatakan bahwa, tumbuhan disediakan untuk hewan dan hean disediakan untuk manusia selain itu manusia lebih terhormat karena selain memiliki badan manusia juga memiliki jiwa yang memungkinkan untuk berfikir. Sehingga manusia dipandang sebagai pihak yang memiliki kebebasan untuk menterjamahkan kepentingannya terhadap alam. dalam kenyataan sikap ini muncul dalam bentuk pengerusakan, pencemaran, eksploitasi dan lain-lain.

b. Ekosentrisme
Sikap ekosentrisme ialah sikap perjuangan menyelamatkan dan keperdulian terhadap lingkungan yang tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies tapi perhatian setara atas seluruh kehidupan. Dalam masyarakat, sikap ini muncul sebagai tindakan pelestarian, penghijauan dan penanaman, dan perawatan alam.

Read more »

Pengembangan Wilayah Usahatani

Pengembangan Wilayah Usahatani : Wilayah bukan merupakan suatu wilayah tunggal dan tertutup, tetapi merupakan suatu kesatuan wilayah yang berinteraksi antara suatu wilayah dengan wilayah lain. Pembangunan wilayah yang ideal adalah terjadinya interaksi wilayah yang sinergis dan saling memperkuat, sehingga nilai tambah yang diperoleh dari adanya interaksi tersebut dapat terbagi secara adil dan proporsional sesuai dengan peran dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing wilayah (Departemen Pertanian, 2004).
 
Suatu wilayah akan berkembang dengan berhubungan dengan wilayah lain. Untuk itu aksebilitas suatu wilayah sangat menentukan kecepatan perkembangan wilayah tersebut. Ketimpangan pembangunan antar wilayah secara alamiah terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor penentu yaitu :
  1. Aspek kepemilikan sumberdaya alam yang berbeda, dimana salah satu wilayah diberi kelimpahan sumberdaya alam yang lebih dibanding wilayah lain.
  2. Aspek posisi geografis, dimana suatu wilayah memiliki keunggulan posisi geografis dibanding wilayah lain.
Sedang ketimpangan juga bisa terjadi bukan karena faktor penentu alamiah di atas, tetapi oleh perbedaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Sosial (SDS). Wilayah yang memiliki tradisi yang kuat dan
sangat mementingkan proses pendidikan akan memiliki SDM serta SDS yang lebih baik akan lebih maju dibanding dengan wilayah yang memiliki SDM dan SDS yang kurang baik (Departemen Pertanian, 2004).

Permasalahan pembangunan wilayah akan muncul apabila wilayah yang kaya akan sumberdaya alam mengalami ketertinggalan pembangunan akibat sumber daya manusia dan sumber daya sosial yang lemah. Dalam konteks global hal ini telah terjadi berabad-abad yang lalu dimana bangsa imprealis yang mengalami kemajuan lebih hingga saat ini menjajah bangsa bangsa lain di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Bangsa-bangsa terjajah tersebut hingga saat ini sebagian besar walau sudah mengalami kemerdekaan tetap jauh tertinggal dibanding negara-negara penjajah tersebut (negara-negara utara). Negara-negara terjajah yang kemudian disebut negara-negara sedang berkembang (negara selatan-selatan) memiliki sumberdaya alam yang melimpah, namun sejak abad petengahan mengalami kemunduran dan ketertinggalan dalam kualitas SDM (Suwandi, 2005).


Daftar Bacaan
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Buletin. 1977. Vitamin C. Merck Service Buletin. Merck and Co. Inc. New Jersey.
Bunasor. 1997. Penelahan Usahatani dan Usaha-Usaha Pengembangan Program Bantuan dan Reboisasi. Bogor.
Purwati. 1994. Pengaruh Pelapisan Lilin pada Tomat. FP. UKSW.
Departemen Pertanian, 2004. Profil Kawasan Agropolitan Mengenal Lebih Dekat
Kawasan Agropolitan. Pusat Pengembangan Kewirausahaan Agribisnis.
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian.


Read more »

Defenisi Usahatani

Usahatani : Pembangunan pertanian memiliki arti penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus meningkatkan pendapatan petani baik melalui penerimaan sebagian nilai tambah dari proses lanjutan secara
berkesinambungan, penciptaan kesempatan kerja yang memadai di pedesaan, maupun peningkatan ekspor non migas (Sutawi, 2002).
Tujuan utama dari pendekatan pembangunan pertanian secara nasional adalah mengelola usahatani dengan maksud untuk mempertinggi penghasilan keluarga petani guna meningkatkan taraf hidupnya baik yang bersifat materiil maupun sosial budaya (Tohir, 1991).

Pembangunan pertanian menuju usahatani yang tangguh dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan usahatani masa depan yang tegar dalam posisinya. Usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian, dimana usahatani yang semata-mata menuju kepada keuntungan terus menerus, dan bersifat komersiil (Bachtiar Kivia, 1980 dalam Hernanto, 1996).

Usahatani sebagai organisasi harus ada yang diorganisasi dan yang mengorganisasi, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin, yang mengorganisasi usahatani adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai atau
dapat dikuasai (Hernanto, 1996).
Menurut Soekartawi et al. (1986) dalam proses produksi terdapat biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Biaya produksi itu dapat dikatagorikan sebagai berikut :
(1) Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi.
Biaya tetap tidak habis digunakan dalam satu masa produksi.
Contohnya : Sewa tanah dan pajak.

(2) Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost)
Biaya yang berubah apabila ada sesuatu usahanya berubah. Biaya ini ada apabila ada sesuatu barang yang diproduksi. Contohnya : Biaya Saprodi.

(3) Biaya Total (Total Cost)
Keseluruhan biaya tetap produksi yang diperoleh dari penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel. Biaya total dapat dirumuskan sebagai berikut :
TB = TBT + TBV
Keterangan :
TB = Total Biaya
TBT = Total Biaya Tetap
TBV = Total Biaya Variabel

Pengeluaran usahatani (Total Farm Expensive) adalah nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan didalam proses produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja petani. Pengeluaran usahatani
mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

Menurut Hernanto (1996) Pengeluaran usahatani (farm expenses) adalah semua biaya operasional dengan tanpa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengelola usahatani. Didalam pengeluaran usahatani meliputi jumlah tenaga kerja, pembelian saprodi, pengeluaran lain-lain (selamatan), penyusutan alat. Perhitungan biaya penyusutan dipengaruhi oleh besarnya kemungkinan untuk menentukan nilai modal tetap yang dipergunakan pada awal dari akhir tahun (Hadisapoetro, 1983).

Pendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Menurut Soekartawi et al. (1986) Pendapatan kotor adalah pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode usahatani, yang diperhitungkan dari hasil penjualan dan pertukaran. Sedangkan

Pendapatan bersih usahatani (Net Farm Income) merupakan ukuran keuntungan yang dapat dipakai untuk membandingkan beberapa alternatif usahatani.
Pendapatan dalam usahatani dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
NR = TR – TC
TR = P x Y
TC = TFC + TVC

Keterangan :
NR = Net Revenue (Pendapatan)
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya)
P = Harga Tiap Satuan Produk
Y = Total Produk
TFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap)
TVC = Total Variabel Cost (Total Biaya Variabel).

Menurut Bunasor (1997) keberhasilan produksi usahatani pada akhirnya dinilai dari besarnya pendapatan (Net Return) yang diperoleh dari kegiatan usahatani. Pendapatan petani menurut Djuwari (1993) adalah : Total dari hasil penjualan termasuk yang tidak dijual, dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan petani, yang dimaksud disini adalah pengeluaran untuk sewa tanah (tanah milik sendiri dan milik orang lain), pengeluaran yang digunakan untuk membeli sarana produksi, pengeluaran untuk membayar upah tenaga kerja (tenaga kerja keluarga/ tenaga kerja dari luar), dan pengeluaran lain-lain berupa ipeda, iuran air, sewa peralatan dan selamatan. 

Dalam analisis usahatani ada dua pendapatan yaitu :
a. Pendapatan Kotor Usahatani (Gross Farm Income) Pendapatan Usahatani Kotor adalah nilai total dari hasil yang diperoleh dikalikan dengan harga persatuan berat yang berlaku. Penerimaan yang diperoleh berhubungan dengan hasil yang terjual. Semakin banyak hasil yang terjual maka semakin banyak pula
penerimaan yang diperoleh (Mubyarto, 1991).
b. Pendapatan Bersih (Net Farm Income)
Menurut Gujarati (1978) pendapatan usahatani adalah total penerimaan atau total revenue dikurangi total biaya produksi, sehingga merupakan pendapatan bersih. Menurut Soekartawi et al. (1986), keuntungan bersih usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Secara sistematis dapat
ditulis sebagai berikut : 
PB = PK – TBP
Keterangan :
PB = Pendapatan Usahatani atau Keuntungan (Rp/ha)
PK = Total Penerimaan (Rp/ha)
TBP = Total Biaya Produksi (Rp/ha)


Daftar Bacaan
Friedmann dan Douglass. 1975. Pengembangan Agropolitan : Menuju Siasat Baru
Perencanaan Regional di Asia. The Seminar on Industrialization Strategies and The Growth Pole Approach to Regional Planning and Development :

The Asian Experince, 4 – 13 November 1975. United Nation Centre for Regional Development, Nagoya, Japan, Terjemahan oleh Program Perencanaan Nasional 1976. Gujarati. 1993. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hadisapoetra, S. 1983. Biaya dan Pendapatan di Dalam Usahatani. Departemen Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hernanto, F. 1996. Ilmu Usaha Tani, Penebar Swadaya, Jakarta

Read more »