Tekanan darah adalah istilah yang mengacu kepada tekanan yang diberikan oleh cairan darah kepada dinding pembuluh darah ketika sedang mengalir di dalamnya, atau dengan kata lain tekanan yang dirasakan oleh dinding pembuluh darah akibat dari darah yang mengalir di dalamnya. Besarnya tekanan ini bervariasi seiring dengan mengecilnya ukuran pembuluh darah. Tekanan paling besar dialami oleh pembuluh arteri dan yang paling kecil dialami oleh pembuluh halus (vein). Nilai tekanan darah yang diukur dalam dunia kedokteran adalah tekanan yang dialami oleh pembuluh arteri. Alat untuk mengukur tekanan darah disebut dengan sphygmomanometer, dan satuan yang digunakan adalah mmHg (milimeter of hydrargyrum).
Gambar 1. Sphygmanometer
Tekanan darah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan yang dihasilkan pada saat jantung mulai berdenyut dan berkontraksi memompa darah keluar dari jantung. Sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan yang dihasilkan pada saat jantung berelaksasi setelah berdenyut. Keduanya memiliki nilai yang selalu berubah-ubah setiap kali jantung berdenyut. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh beberapa macam faktor lain, seperti stress, perasaan tidak nyaman, kandungan nutrisi dalam makanan, konsumsi obat-obatan, penyakit, dan olah raga. Pengukuran nilai tekanan darah sebaiknya diambil ketika pikiran dalam keadaan rileks dan posisi tubuh dalam keadan senyaman mungkin, serta tidak mengkonsumsi produk yang mengandung kafein, nikotin, dan alkohol dalam kurun waktu 30 menit.
Gambar 2. Contoh grafik perubahan tekanan darah seseorang dalam 1 hari
Nilai tekanan darah yang sehat untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas adalah bertekanan sistolik kurang dari 120 mmHg. Bila nilai sistoliknya berkisar antara
120 – 139 mmHg, maka orang tersebut mengalami Prehypertension, di mana tekanan darahnya lebih tinggi dari tekanan darah yang dianjurkan, tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai tekanan darah tinggi (Hypertension). Tekanan darah tinggi (Hypertension) dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tekanan darah tinggi tahap 1 dan tahap 2. Bila nilai tekanan sistolik berada di antara 140 – 159 maka disebut tekanan darah tinggi tahap 1 (Stage 1 Hypertension). Kondisi di mana nilai sistolik lebih tinggi dari 159 mmHg disebut dengan tekanan darah tinggi tahap 2 (Stage 2 Hypertension).
Tekanan diastolik berfungsi untuk mengetahui kondisi kesehatan seseorang. Orang sehat memiliki selisih nilai sistolik dan diastolik (pulse pressure) sekitar 40 mmHg. Bila nilai tersebut terlalu rendah, sekitar 25 mmHg atau kurang, berarti jantung orang tersebut tidak kuat memompa darah. Nilai pulse pressure yang terlalu tinggi, sekitar 60 mmHg atau lebih, menandakan bahwa dinding pembuluh darah orang tersebut mulai mengeras.
Tabel Kategori tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
Kategori
|
Tekanan
sistolik (mmHg)
|
Normal
|
<120
|
Prehypertension
|
120 – 139
|
Stage 1
Hypertension
|
140 – 159
|
Stage 2
Hypertension
|
>159
|
Seseorang dengan tekanan darah yang terlalu rendah tidak langsung menandakan bahwa orang tersebut mengalami tekanan darah rendah (Hypotension) dan harus segera ditangani secara medis. Tekanan darah rendah baru dianggap sebagai masalah bila orang tersebut mengalami gejala-gejala abnormal, seperti pusing, pingsan, mual, pandangan kabur, dan sulit berkonsentrasi. Tekanan darah yang rendah menyebabkan kurangnya suplai darah ke otak, sehingga sang penderita merasa lemas, pusing, dan terkadang pingsan. Namun orang bertekanan darah rendah yang dapat bersikap seperti orang normal memiliki tingkat risiko mengidap penyakit jantung yang lebih rendah dari orang dengan tekanan darah normal.
Tekanan darah tinggi (Hypertension) lebih menyita perhatian, karena memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan arteri menjadi menegang, jantung bekerja makin keras, menebalkan otot jantung, dan membuat jantung melemah seiring berjalannya waktu. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan serngan jantung, stroke, dan gagal ginjal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan tekanan darah seseorang, yaitu:
• Keturunan
Orang yang keluarganya memiliki sejarah bertekanan darah tinggi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan orang normal.
• Umur
Semakin tua seseorang semakin kaku pembuluh darahnya, hal ini menyebabkan jantung memompa darah lebih kuat dan meningkatkan tekanan darahnya.
• Jenis Kelamin
Pria lebih mungkin terkena tekanan darah tinggi dibandingkan wanita sebelum umur 45 tahun. Sedangkan wanita lebih mungkin mengidap tekanan darah tinggi dibandingkan pria setelah umur 64 tahun.
• Aktivitas fisik
Orang yang jarang beraktivitas fisik memiliki jantung yang berdetak lebih cepat dari orang yang sering beraktivitas fisik, hal ini akan menaikkan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik juga meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami kelebihan berat badan.
• Berat badan
Orang yang mengalami kelebihan berat badan dan obesitas membutuhkan darah dengan volume yang lebih besar dari orang normal. Kenaikan volume darah ini akan meningkatkan nilai tekanan darah orang tersebut.
• Makanan
Makanan berlemak meningkatkan kandungan lemak dalam tubuh dan menyebabkan pembuluh darah menebal dan jalur darah menyempit. Jalur darah yang menyempit ini membuat jantung memompa lebih keras dan meningkatkan tekanan darah. Makanan berlemak juga memungkinkan seseorang untuk mengidap kelebihan berat badan.
• Kandungan garam
Terlalu banyak konsumsi garam akan membuat cairan dalam darah meningkat untuk mengurangi kadar garam. Peningkatan cairan ini akan meningkatkan kerja jantung untuk memompa darah, sehingga meningkatkan tekanan darah. Kandungan garam dapat dikurangi dengan mengkonsumsi potasium.
• Minuman beralkohol
Terlalu banyak konsumsi minuman beralkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
• Rokok
Kandungan zat kimia pada asap rokok dapat merusak pembuluh arteri. Hal ini dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah sehingga meningkatkan kerja jantung dan menyebabkan naiknya tekanan darah.
Faktor di atas menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi merupakan penyakit yang bisa dikontrol dengan gaya hidup sehat namun tidak bisa disembuhkan karena adanya faktor usia. Sebanyak 80% orang berusia 65 tahun ke atas mengidap tekanan darah tinggi. Karena itu setiap orang disarankan untuk mengontrol gaya hidup mereka sejak dini untuk menekan nilai tekanan darah mereka sekecil mungkin.
Tekanan darah tinggi tidak disertai gejala-gejala seperti penyakit pada umumnya, sehingga satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah memeriksa tekanan darah secara teratur baik dengan bantuan tenaga ahli maupun secara otodidak menggunakan alat pengukur otomatis. Terdapat kasus di mana seseorang terdeteksi memiliki tekanan darah tinggi ketika mengukur tekanan darahnya di fasilitas medis, seperti rumah sakit atau puskesmas. Hal ini disebut dengan whitecoat hypertension, terjadi karena perasaan gugup dan tidak nyaman yang timbul karena berada di fasilitas medis. Karena itu kaum dokter menganjurkan setiap orang agar mengukur tekanan darah mereka di rumah, karena suasana di rumah dapat memberikan perasaan nyaman dan rileks.
Teknik Pengukuran Tekanan Darah
Secara garis besar ada 2 jenis teknik pengukuran tekanan darah, yaitu secara invasive dan non-invasive. Pengukuran secara invasive dilakukan dengan cara menusukkan jarum cannula ke pembuluh arteri. Kemudian cannula tersebut dihubungkan melalui selang ke sebuah sistem yang memiliki electronic pressure transducer, di mana sistem tersebut akan memonitor secara langsung tekanan dari aliran darah yang mengalir pada selang. Keuntungan sistem invasive ini adalah keakuratan yang tinggi dan kemampuan alat untuk memonitor tekanan darah secara real-time. Kekurangannya adalah dibutuhkannya kemampuan yang memadai untuk melakukan teknik ini dengan baik dan benar, serta besar dan kompleksnya alat yang digunakan membuat teknik ini kurang sesuai untuk pemakaian yang mementingkan kepraktisan. Teknik pengukuran ini biasanya digunakan di rumah sakit untuk kepentingan intensive care medicine dan anesthesiology, beberapa pihak juga menggunakannya untuk melakukan penelitian dan riset.
Teknik pengukuran secara non-invasive lebih mudah dan praktis bila dibandingkan dengan pengukuran secara invasive, karena itu teknik pengukuran ini lebih sering digunakan walaupun memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah. Teknik pengukuran ini dibagi menjadi 2 metode, yaitu metode auscultatory dan oscillometric.
1. Metode Auscultatory
Metode ini menggunakan 2 buah alat, yaitu sebuah sphygmomanometer dan sebuah stetoskop. Pengukuran dilakukan dengan cara mengikat lengan dengan cuff yang tersedia pada sphygmomanometer dan mendengarkan suara aliran darah pada pembuluh arteri lengan dengan menggunakan stetoskop. Pertama cuff dilingkarkan di lengan atas pengguna dan dipompa hingga tekanan pada sphygmomanometer menunjukkan angka di pompa. Bila terdengar suara berdetak atau berdenyut berarti darah sudah mulai sedikit mengalir pada pembuluh arteri. Nilai tekanan yang ditunjukkan oleh sphygmomanometer ketka suara detakan pertama terjadi adalah nilai tekanan sistolik. Bila tekanan pada cuff sudah cukup rendah maka darah dapat mengalir lagi dengan lancar, dengan demikian suara berdetak tidak akan terdengar lagi. Tekanan yang ditunjukkan oleh sphygmomanometer pertama kali suara menjadi tidak terdengar adalah tekanan diastolik. Pengukuran dengan metode ini membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter atau perawat yang sudah terlatih untuk melakukan pengukuran ini, sehingga tingkat error dalam pengukuran sangat kecil.
Gambar Metode pengukuran auscultatory
mendeteksi denyutan pembuluh darah bukan stetoskop tetapi sebuah sensor tekanan yang terhubung dengan udara di dalam cuff, sensor ini juga berfungsi untuk mengukur tekanan pada cuff. Umumnya metode ini menggunakan sebuah sphygmomanometer digital yang sudah dilengkapi dengan cuff berikut sensornya, serta layar untuk menampilkan hasil pengukuran. Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti metode auscultatory, ketika tidak ada darah yang mengalir di dalam pembuluh arteri, tekanan udara pada cuff bernilai relatif konstan. Saat darah mulai mengalir, pembuluh arteri mulai berdenyut dan mengakibatkan perubahan tekanan udara pada cuff. Kuatnya denyutan berosilasi dari pelan menjadi semakin kuat kemudian memelan lagi sampai menjadi stabil ketika darah sudah mengalir dengan lancar. Perubahan tekanan udara pada cuff yang disebabkan oleh denyutan ini diubah oleh sensor menjadi sinyal listrik dan dikalkulasi oleh sphygmomanometer digital untuk mendapatkan nilai sistolik dan diastolik.
Metode ini biasanya dilakukan secara otomatis olah sphygmomanometer digital sehingga menjadikan metode ini lebih praktis dan pengguna dapat melakukannya sendiri di rumah. Namun kekurangannya adalah tingkat error yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode auscultatory, karena sphygmomanometer digital tidak dapat membedakan denyutan yang terjadi secara alami dengan denyutan yang terjadi karena pengguna bergerak ketika pengukuran dilakukan. Oleh sebab itu pengukuran dengan metode ini mengharuskan pengguna untuk diam selama pengukuran dilakukan. Pada umumnya sphygmomanometer digital dikalibrasi untuk mengecek keakuratan pengukurannya. Kalibrasi yang dimaksud adalah membandingkan hasil pengukuran sphygmomanometer digital dengan metode auscultatory yang dilakukan oleh dokter atau perawat. Besarnya error yang masih dapat ditoleransi adalah 10 mmHg untuk tekanan sistolik dan 5 mmHg untuk tekanan diastolik.
Gambar Sphygmomanometer digital
No comments:
Post a Comment