Kata Kurikulum ditinjau dari asal katanya (etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani dari kata Curir yang artinya pelari. Kata Curere, artinya tempat berpacu. Jadi kata kurikulum disini diartikan jarak yang ditempuh seorang pelari (Sujana, 1989 : 2). Namun demikian dalam perkembangannya kurikulum telah mengalami berbagai pandangan dan konsep, diantaranya ada yang mengartikan kurikulum rencana pelajaran atau bahan-bahan pelajaran; Kurikulum sebagai pengalaman belajar serta kurikulum sebagai rencana belajar.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, meliputi dua aspek pembelajaran, yaitu aspek kebahasaan dan aspek kesastraan. Aspek kebahasaan mencakup empat keberhasilan yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Diharapkan siswa mampu menguasai dan menerapkan keterampilan tersebut dalam kehidupan masyarakat. Artinya, siswa mampu mengunakan bahasa yang baik dan benar dalam kegiatan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.
Apabila dikaitkan dengan aspek kebahasaan, diharapkan siswa mampu memahami nilai-nilai sastra melalui keterampilan menyimak atau mendengarkan. Selain itu siswa mampu membaca karya sastra yang baik sehingga akhirnya siswa terlatih sekaligus terampil menulis karya sastra. Dengan terampil menulis karya sastra, siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra khususnya cerpen untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta meningkatkan pengetehuan dan kemampuan berbahasa.
Pembelajaran yang terdapat dalam bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia pada Siswa Kelas X SMA terdapat satu kompetensi yang harus dicapai siswa, yaitu mampu menulis karangan berdasarkan kehidupan diri sendiri dalam cerpen. Hal itu terdapat dalam Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) dengan standar kompetensi mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen. Hal ini menandakan bahwa pembelajaran sastra, khususnya cerpen adalah salah satu pembelajaran yang penting untuk dilaksanakan. Namun, pentingnya kegiatan tersebut tidak sesuai dengan hasil yang ditunjukan di lapangan.
Berdasarkan pengalaman penulis selama mengadakan (Praktek Pengalaman Lapangan Terpadu) PPL-T ditemukan bahwa pembelajaran sastra, khusunya mengenai cerpen kurang diminati siswa, sehingga tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia saat ini masih belum terpenuhi. Hal ini mungkin disebabkan kurang tepatnya siasat atau strategi seorang guru Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mengajar. Sebab selama ini guru hanya mengajarkan Bahasa dan Sastra Indonesia kepada siswa berdasarkan pedoman yang dimilikinya, dan menggunakan pendekatan yang mementingkan konsep atau teori sehingga siswa diharuskan menghafal sejumlah fakta-fakta atau teori. Demikian juga dengan pengajaran sastra,khususnya dalam penulisan cerpen masih sangat kurang. Hal ini menyebabkan nilai-nilai sastra di kalangan siswa yang kurang baik. Padahal seperti dikethui, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat merupakan modal bagi seorang guru untuk meningkatkan gairah siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Untuk memacu minat siswa dalam menulis cerpen, penulis mencoba menggunakan strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif. Strategi yang dianggap dapat digunakan dalam peningkatan kemampuan siswa dalam menulis cerpen adalah strategi pembelajaran Imajinasi. Strategi Imajinasi merupakan srtategi pembelajaran yang bertujuan membuat siswa mampu mengembangkan kemampuan untuk memfokuskan diri dan merenung. Srtategi imajinasi dirancang untuk membuat siswa dapat belajar secara mandiri dengan caranya sendiri sehingga memberi siswa kesempatan untuk memikul tanggung jawab pribadi atas apa yang mereka pelajari, sehingga melalui strategi ini diharapkan membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara aktif.
Strategi ini merupakan salah satu bagian dari metode pembelajaran Active Learning yang merupakan salah satu cara guru untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Silberman (2009:12) teknik-teknik Active Learning ini dibagi dalam tiga bagian dan salah satunya mengenai bagaimana membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara aktif dan bagian ini juga masih terbagi lagi dalam delapan komponen dan salah satunya adalah mengenai belajar secara mandiri. Dalam bagian ini siswa belajar dengan caranya sendiri, mereka mengembangkan kemampuan untuk memfokukskan diri dan merenung.
Belajar secara mandiri dibagi menjadi beberapa bagian yaitu, imajinasi, menulis di sini dan saat ini, peta pikiran, belajar sekiligus bertindak, jurnal belajar, dan kontrak belajar, (Silberman, 2009: 194 )dan yang menjadi inti dari penelitian ini adalah strategi Imajinasi siswa, dan melalui imajinasi visual siswa dapat menciptakan gagasan mereka sendiri. Imajinasi cukup efektif sebagai suplemen kreatif dalam belajar bersama.
Untuk mengetahui keunggulan strategi Imajinasi ini, penulis menggunakan strategi pembelajaran Ekspositori sebagai teknik pembanding, karena strategi menuntut keaktifan siswa dalam memperhatikan konsep-konsep dan teori-teori yang akan diajarkan guru. Guru aktif mentransfer pengetahuan hasil pemikirannya kepada siswa. Sedangkan siswa pasif, hanya menuruti apa yang disampaikan guru, tidak bersifat kreatif bahkan melafalkan semua konsep dan prosedur. Sehingga penulis tertarik untuk menjadikan strategi ini sebagai strategi pembanding karena selama ini strategi Ekspositori ini sering digunakan guru untuk mengajar sastra, penulis ingin melihat yang manakah antara kedua strategi ini yang lebih efektif dalam menulis cerpen.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Strategi Imajinasi Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Oleh Siswa Kelas X SMA Swasta Kesatria Medan Tahun Pembelajaran 2012-2013”.
0 komentar:
Post a Comment