Kebijakan Pemerintah Terhadap Pelaksanaan Hak dan Kewajiban atas Kegiatan Penambangan Pasir

Sebagaimana di atur dalam pasal 14 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa terdapat pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah untuk kawasan tertentu berdasarkan rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaannya, baik yang disusun perencanaannya oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dalam kegiatan pertambangan, rambu-rambu yang harus diperhatikan adalah kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah.
(Berdasarkan hasil wawancara Tanggal 9 Januari 2013) menurut Haeruddin selaku Kepala Bagian Pembangunan Kecamatan Pattallassang, bahwa lokasi pertambangan pasir di Kecamatan Pattallassang tidak termasuk dalam Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Takalar.
Selain itu, penulis juga mengadakan wawancara pada Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi (Perindag Tamben) Kabupaten Takalar, menurut Andi Jemma selaku Staf Bagian Pertambangan bahwa kegiatan pertambangan pasir yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Kecamatan Pattallassang tersebut telah berlangsung sejak dulu dan turun temurun serta tidak memiliki izin dan para penambang pasir tidak pernah melakukan pengajuan Izin Pertambangan Rakyat. Dinas Perindag Tamben Kabupaten Takalar juga telah melakukan peneguran secara lisan dan melakukan sosialisasi mengenai pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja kepada para penambang pasir akan tetapi para penambang pasir terkesan acuh bahkan tidak mengindahkan teguran dari pemerintah setempat (Wawancara, Rabu 9 Januari 2013).

Keberadaan sektor pertambangan seperti pertambangan pasir, sebagai salah satau sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan. Menurut Syahril selaku Staf Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Takalar bahwa dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap paling merusak dibanding kegiatan-kegiatan eksplotasi sumber daya alam lainnya, oleh karena itu sebagai kegiatan pertambangan rakyat, para penambang pasir mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap upaya pemulihan lingkungan untuk menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup (Wawancara, Kamis 10 Januari 2013)
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa para penambang pasir tidak melakukan kegiatan rehabilitasi pasca tambang dan kegiatan reklamasi berupa pemulihan lahan bekas tambang dan mempersiapkan lahan bekas tambang untuk pemanfaatan selanjutnya. Para penambang pasir hanya memasang bambu di bibir sungai sebagai penahan yang dimaksudkan agar tanah untuk menimbun pasir hasil tambang tidak longsor. Mereka tidak mempedulikan dan memperhatikan bagaimana cara mengelola lingkungan hidup yang baik agar usaha pertambangannya tidak mengakibatkan atau meminimalisirkan dampak negatif yang ditimbulkan pada fungsi lingkungan hidup. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja sebab setiap seseorang memiliki kewajiban terhadap lingkungan hidup yang sesuai dengan Pasal 67 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup.

Adapun yang menjadi alasan penyebab masyarakat lokal yang melakukan penambangan pasir kurang memperhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan adalah:
  • Faktor pendidikan yakni kurangnya pengetahuaan, pemahaman dan tingkat pendidikan yang rendah para penambang pasir terutama di bidang hukum.
  • Faktor ekonomi yakni para penambang pasir rata-rata berpenghasilan minim dan golongan menengah ke bawah, penghasilan yang diperoleh dari menambang pasir relatif minim sehingga mereka beranggapan bahwa usaha yang dilakukan tidak akan berdampak luas terhadap lingkungan sekitar.
Saat ini pemerintah daerah mempunyai hak untuk mengelola sendiri daerah yang mereka kuasai (asas desentralisasi), sistem ini lebih dikenal dengan sebutan otonomi daerah. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 Ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa:

“Otonomi daerah adalah hak. wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
 
Berkenaan dengan ketentuan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dan Peraturan Daerah Kabupaten Takalar Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah.

Masalah pengawasan dan pembinaan di bidang pertambangan, secara umum telah menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang penanganannya diatur dengan Peraturan Daerah (Perda) berdasarkan asas desentralisasi.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Takalar Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C bahwa setiap usaha pertambangan Bahan Galian Golongan “C” baru dapat dilakukan apabila telah memperoleh Izin Usaha Pertambangan, Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan “C” dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perusahaan daerah, Koperasi, Badan Hukum Swasta, Pertambangan Rakyat, dan Perusahaan dengan modal bersama.
 
Hal ini menunjukkan Pemerintah Kabupaten Takalar telah mengatur dan merencanakan setiap kegiatan pertambangan, yakni sebelum melakukan kegiatan pertambangan harus memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan kegiatan penambangan pasir oleh masyarakat lokal di Kecamatan pattallassang di atur dalam Pertambangan Rakyat.

Menurut Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 Peraturan Daerah Kabupaten Takalar Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah, bahwa Mineral Bukan Logam dan Batuan dipungut pajak atas setiap pengambilan mineral bukan logam dan batuan serta mengatur mengenai subjek dan objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

Dari hasil wawancara dengan 5 orang penambang pasir yang menjadi responden penelitian ini, semuanya mengatakan bahwa tidak memiliki izin dalam melakukan kegiatan usaha pertambangannya dalam hal ini Izin Pertambangan Rakyat karena kendala biaya dan berbagai persyaratan/berkas yang harus dilengkapi saat pengurusan izin tersebut dan setelah itu harus membayar pajak kepada pemerintah setempat, sedangkan hasil dari menambang pasir itu sendiri masih sangat minim untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa masih lemah dan kurang tegasnya aparat pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam menegakkan dan menjalankan peraturan perundang-undangan yang ada. Pihak pemerintah terkesan melepas begitu saja para penambang pasir dalam melakukan kegiatannya tanpa ada kontrol yang berkesinambungan.

Menurut Ilham Staf Dinas Perindustrian Perdagangan Pertambangan dan Energi Kabupaten Takalar dan Muhammad Haerudddin Kepala Bagian Pembanguan Kecamatan Pattallassang menyatakan bahwa selama ini tidak melakukan tindakan yang tegas serta peringatan/sanksi kepada para penambang pasir tersebut karena faktor ekonomi dan minimnya penghasilan dari penambang pasir (wawancara, Kamis, 10 Januari 2013).

Pemerintah setempat dalam hal ini pemerintah Kabupaten Takalar hendaknya melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.

Mempertimbangkan berbagai peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang Pertambangan, Lingkungan Hidup serta Peraturan Daerah, hak penambangan pasir yang dilakukan oleh masyarakat lokal tetap harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah setempat karena kegiatan pertambangan tersebut telah berlangsung sejak dulu dan terus menerus sehingga tanpa disadari akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan hidup di wilayah tersebut, serta memberikan peluang terhadap terjadinya perusakan fungsi lingkungan. Hal ini disesabkan karena pada umumnya para penambang pasir belum mengetahui bagaimana melakukan kegiatan penambangan yang baik dan benar yang penting bagaimana kebutuhan hidup tercukupi.

0 komentar:

Post a Comment