Tinjauan Umum Penggunaan Tanah untuk Kepentingan Usaha Pertambangan

Untuk dapat melakukan usaha pertambangan sudah pasti dibutuhkan sebidang tanah karena kegiatan penambangan tidak lain adalah melakukan penggalian tanah. Keberadaan tambang kebanyakan letaknya berada di dalam perut bumi. Sebuah perusahaan pertambangan untuk dapat melakukan penambangan harus memiliki izin dari pemerintah lebih dahulu.

Dengan izin yang dimilikinya perusahaan pertambangan tidak dapat langsung melakukan penambangan sesuai lokasi yang ditunjuk dalam izin bersangkutan, akan tetapi perlu melihat dahulu di lokasi penambangan, apakah di lokasi tersebut terdapat hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain. Apabila ada hak-hak atas tanah maka tidak mungkin kegiatan penambangan dapat dilakukan begitu saja, diberikan pemerintah dibandingkan dengan hak penambangan.

1. Prinsip Hukum Agraria

Sebidang tanah merupakan bagian dari bumi yang letaknya berada pada bidang hukum agraria. Hukum agraria ruang lingkupnya sangat luas karena objek yang diatur adalah mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Bumi, air dan ruang angkasa, berasal dari karunia Tuhan Yang Maha Esa sebagai kekayaan nasional yang mempunyai fungsi sangat penting yaitu untuk membangun kemakmuran masyarakat Indonesia.

Sehubungan dengan itu dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang ada di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut merupakan landasan konstitusional bagi penguasaan negara atas agraria. Dikatakan penguasaannya berada pada negara, karena dari segi kedudukannya negara adalah sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan dari hak menguasai oleh negara untuk kepentingan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Berdasarkan tujuan tersebut, maka setidak-tidaknya perlu ada larangan–larangan yang tidak boleh dilanggar, yaitu:16
  • Apabila dengan itikad baik tanah-tanah telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh rakyat, maka kenyataan itu harus dihormati dan dilindungi. Keberadaaan rakyat di tanah-tanah tersebut merupakan salah satu penjelmaan dari tujuan kemakmuran rakyat. Rakyat harus mendapat hak didahulukan daripada occupant baru yang menyalahgunakan formalitas-formalitas hukum yang berlaku.
  • Tanah yang dikuasai negara tapi telah dimanfaatkan rakyat dengan itikad baik (ter goeder trouw) hanya dapat dicabut atau diasingkan dari mereka, semata-mata untuk kepentingan umum, yaitu untuk kepentingan sosial dan atau kepentingan negara.
  • Setiap pencabutan atau pemutusan hubungan hukum atau hubungan konkret yang diduduki atau dimanfaatkan rakyat dengan itikad baik, harus dijamin tidak akan menurunkan status atau kualitas hidup mereka karena hubungan mereka dengan tanah tersebut
Berdasarkan uraian diatas, maka semestinya makna dikuasai oleh negara mengandung arti sebagai berikut :
  • Hak (negara) itu harus dilihat dari asas domain yang memberi wewenang kepada negara untuk melakukan tindakan kepemilikan yang bertentangan dengan asas kepunyaan menurut adat istiadat. Hak kepunyaan didasarkan pada asas komunal dan penguasa hanya sebagai pengatur belaka.
  • Hak menguasai oleh negara tidak boleh dilepaskan dari tujuan yaitu demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara harus memberikan hak terdahulu kepada rakyat yang telah secara nyata dan dengan itikad baik memanfaatkan tanah.17
Hak menguasai dari negara kemudian diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA) sebagai peraturan pelaksanaan di mana Pasal 2 Ayat (2) memberi wewenang kepada negara untuk :
  • Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
  • Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
  • Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang, dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Sejalan dengan itu mengenai yang menyangkut tanah, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang penguasaan Tanah-tanah Negara, menegaskan bahwa hak penguasaan berisikan:
a. Merencanakan, peruntukan, penggunaan tanah tersebut
b. Menggunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya
c. Menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.

Dikuasai oleh negara tidak sama dengan yang dimiliki oleh negara, kesepakatan ini bertalian dengan atau suatu bentuk reaksi dari sistem atau konsep domain yang dipergunakan pada masa Kolonial Hindia Belanda. Konsep atau lebih dikenal dengan “asas domain” mengandung pengertian kepemilikan (ownership). Negara adalah pemilik atas tanah, karena itu mempunyai segala wewenang melakukan tindakan bersifat kepemilikan (eigensdaad).

Sehubungan dengan hak menguasai oleh negara tersebut orang atau rakyat tidak bebas untuk menggunakan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta ruang angkasa. Bagi orang yang membutuhkan wajib meminta izin kepada negara/pemerintah. Pada prinsipnya pemerintah akan memberikan izin-izin tersebut sepanjang persyaratan-persyaratan atau prosedur yang ditetapkan telah dipenuhi.

2. Hak atas Pertambangan
Persoalan penambangan juga tidak dapat dilepaskan dari masalah agraria, karena sebagai mana pernah disinggung, kegiatan pertambangan berada di dalam bumi (tanah) dan untuk melaksanakan kegiatan tersebut wajib mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.
Adapun mengenai hak-hak pertambangan, setelah seorang pengusaha memperoleh izin lingkungan, baru diberikan izin di bidang pertambangan yang berupa IUP (Izin Usaha Pertambangan), IPR (Izin Pertambangan Rakyat), dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) yang merupakan hak-hak atas pertambangan.

3. Hubungan antara hukum pertambangan dengan Hukum Agraria
Hukum pertambangan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum agraria. Ini erat kaitannya dengan pemanfaatan tanah untuk kepentingan pertambangan. Bagi perorangan maupun badan hukum yang akan melakukan penambangan pada wilayah pertambangan, yang harus diketahui lebih awal adalah mengenai status hukum tanah yang akan tanah yang akan digunakan itu berstatus tanah hak milik,  hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan atau tanah negara.

Apabila tanah yang akan digunakan itu berstatus tanah hak milik, perusahaan pertambangan itu harus memberikan ganti rugi yang layak kepada pemilik tanah. Ganti rugi itu tidak hanya terhadap tanah-tanah yang bersangkutan, tetapi juga terhadap benda-benda yang ada di atasnya, seperti tanaman, bangunan dan lain-lain. Begitu juga apabila tanah yang digunakan berstatus sebagai tanah negara, perusahaan/perorangan harus mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar dapat diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU). Permohonan hak guna bangunan erat kaitannya dengan pemanfaatan tanah untuk kepentingan mendirikan bangunan perkantoran pada lokasi itu. Begitu juga pemberian hak guna usaha, yaitu pemberian hak untuk mengusahakan tanah negara untuk kepentingan usaha pertambangan, yang meliputi usaha eksploitasi dan eksplorasi.

0 komentar:

Post a Comment