Pendekatan Etnosains : Etnosains berasal dari kata Yunani yakni “Ethnos” yang berarti bangsa dan “Scientia” yang berarti pengetahuan (Werner dan Fenton dalam sebuah website Cha2n:2012). Etnosains adalah pengetahuan yang khas dimiliki oleh suatu bangsa. Tujuan etosains, adalah melukiskan lingkungan sebagaimana dilihat oleh masyarakat yang diteliti. Asumsi dasarnya adalah bahwa lingkungan bersifat kultural, sebab lingkungan yang sama pada umumnya dapat dilihat dan dipahami secara berlainan oleh masyarakat yang berbeda latar belakang kebudayaannya.(Heddy:1994). Dengan pendekatan ini diharapkan kita akan
mampu menebak prilaku masyarakat dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan. Pengaruh pendapat masyarakat terhadap lingkunganmerupakan bagian dari mekanisme yang menghasilkan perilaku yang nyata dari masyarakat itu sendiri dalam menciptakan perubahan dalam lingkungan mereka.
Pendekatan dalam Etnosains
Dalam studi etnosains terdapat dua pendekatan yang saling berkomparasi, pendekatan tersebut ialah:
a. Pendekatan Prosesual
Vayda dalam Yunita (1999) mengemukakan bahwa untuk membentuk suatu proses, harus ada suatu peristiwa-periatiwa yang saling terkait satu sama lain secara berkesinambungan yang diamini juga oleh Moore dalam Yunita(1999) dengan pendapat tentang rangkaian peristiwa-peristiwa dan tindakan-tindakan
manusia berakumulasi membentuk suatu proses. Dari pendapat para antropolog ini kita dapat menjabarkan, bahwasannya ragkain peristiwa yang dapat diamati dan melibatkan tindakan manusia dapat merupakan peristiwa yang menyumbang pada pengalihan, penciptaan, pemproduksian atau pentaransformasian budaya(termasuk lingkungan di dalamnya). Kasus pembentukan pengetahuan dikalangan para petambak merupakan salah satu kasus untuk menunjukan bagaimana proses pembentukan itu berlangsung dari hari-ke hari, musim- ke musim, melalui rangkain peristiwa tindakan para petambak dalam mensiasati berbagai kesempatan, kendala dan ancaman merekayasa lingkungan bagi kelangsungan hidup mereka.
b. Pendekatan Ekologi
Bibit pendekatan ini telah ditanamkan sejak 1930 0leh Julian H. Steward dalam esai yang berjudul “The Economics and Sosial Basis of Primitive Bonds”, dalam esai inilah Steward pertama kali menyatakan tentang “interaksi budaya dan lingkungan dapat dianalisis dalam kerangka sebab-akibat” melalui sebuah perspektif ekologi budaya. Pendapat Steward di lanjutkan Murphy dalam Heddy (1994) yang mengatakan titik perhatian dari perspektif ini adalah analisis struktur sosial dan kebudayaan. Perhatian baru diarahkan pada lingkungan bilamana lingkungan mempengaruhi atau menentukan tingkahlaku atau organisasi kerja. Perspektif ini menegaskan bahwa penyesuaian berbagai masyarakat pada lingkungannya memerlukan bentuk-bentuk perilaku tertentu, perilaku-perilaku ini berfungsi sebagai proses adaptasi terhadap lingkungannya dan tunduk pada suatu sistem seleksi. Sebagai contoh bentuk adaptasi masyarakat dan lingkungan adalah perilaku penyesuaian kegiatan ekonomi paga petambak dan petani dipengaruhi oleh situasi lingkungan yang berbeda.
Sikap Masyarakat untuk Alam
Banyaka kalangan yang menyatakan, bahwa kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh alam. Alam memberikan apapun yang masyarakat butuhkan dari tempat tinggal sampai kebutuhan untuk bernafas. Namun kini masyarakat sudah menunjukan ciri modernnya. Yakni masyarakat yang mulai menunjukan tanda
yang berbeda dari masyarakat sebelumnya, sebuah masyarakat yang berproses menuju kemajuan disertai pola pikir yang rasional dan kompetitif. Tapi fenomena ketimpangan pembangunan yang berbeda di tiap daerah juga mempengaruhi pola sikap masyarakat terhadap alam. Oleh karena itu Rahmad K.Dwi Susilo (2008) membedakan sikap masyarakat menjadi dua macam yaitu:
a. Antroposentrisme
Antroposentrisme menyatakan bahwa, tumbuhan disediakan untuk hewan dan hean disediakan untuk manusia selain itu manusia lebih terhormat karena selain memiliki badan manusia juga memiliki jiwa yang memungkinkan untuk berfikir. Sehingga manusia dipandang sebagai pihak yang memiliki kebebasan untuk menterjamahkan kepentingannya terhadap alam. dalam kenyataan sikap ini muncul dalam bentuk pengerusakan, pencemaran, eksploitasi dan lain-lain.
b. Ekosentrisme
Sikap ekosentrisme ialah sikap perjuangan menyelamatkan dan keperdulian terhadap lingkungan yang tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies tapi perhatian setara atas seluruh kehidupan. Dalam masyarakat, sikap ini muncul sebagai tindakan pelestarian, penghijauan dan penanaman, dan perawatan alam.
mampu menebak prilaku masyarakat dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan lingkungan. Pengaruh pendapat masyarakat terhadap lingkunganmerupakan bagian dari mekanisme yang menghasilkan perilaku yang nyata dari masyarakat itu sendiri dalam menciptakan perubahan dalam lingkungan mereka.
Pendekatan dalam Etnosains
Dalam studi etnosains terdapat dua pendekatan yang saling berkomparasi, pendekatan tersebut ialah:
a. Pendekatan Prosesual
Vayda dalam Yunita (1999) mengemukakan bahwa untuk membentuk suatu proses, harus ada suatu peristiwa-periatiwa yang saling terkait satu sama lain secara berkesinambungan yang diamini juga oleh Moore dalam Yunita(1999) dengan pendapat tentang rangkaian peristiwa-peristiwa dan tindakan-tindakan
manusia berakumulasi membentuk suatu proses. Dari pendapat para antropolog ini kita dapat menjabarkan, bahwasannya ragkain peristiwa yang dapat diamati dan melibatkan tindakan manusia dapat merupakan peristiwa yang menyumbang pada pengalihan, penciptaan, pemproduksian atau pentaransformasian budaya(termasuk lingkungan di dalamnya). Kasus pembentukan pengetahuan dikalangan para petambak merupakan salah satu kasus untuk menunjukan bagaimana proses pembentukan itu berlangsung dari hari-ke hari, musim- ke musim, melalui rangkain peristiwa tindakan para petambak dalam mensiasati berbagai kesempatan, kendala dan ancaman merekayasa lingkungan bagi kelangsungan hidup mereka.
b. Pendekatan Ekologi
Bibit pendekatan ini telah ditanamkan sejak 1930 0leh Julian H. Steward dalam esai yang berjudul “The Economics and Sosial Basis of Primitive Bonds”, dalam esai inilah Steward pertama kali menyatakan tentang “interaksi budaya dan lingkungan dapat dianalisis dalam kerangka sebab-akibat” melalui sebuah perspektif ekologi budaya. Pendapat Steward di lanjutkan Murphy dalam Heddy (1994) yang mengatakan titik perhatian dari perspektif ini adalah analisis struktur sosial dan kebudayaan. Perhatian baru diarahkan pada lingkungan bilamana lingkungan mempengaruhi atau menentukan tingkahlaku atau organisasi kerja. Perspektif ini menegaskan bahwa penyesuaian berbagai masyarakat pada lingkungannya memerlukan bentuk-bentuk perilaku tertentu, perilaku-perilaku ini berfungsi sebagai proses adaptasi terhadap lingkungannya dan tunduk pada suatu sistem seleksi. Sebagai contoh bentuk adaptasi masyarakat dan lingkungan adalah perilaku penyesuaian kegiatan ekonomi paga petambak dan petani dipengaruhi oleh situasi lingkungan yang berbeda.
Sikap Masyarakat untuk Alam
Banyaka kalangan yang menyatakan, bahwa kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh alam. Alam memberikan apapun yang masyarakat butuhkan dari tempat tinggal sampai kebutuhan untuk bernafas. Namun kini masyarakat sudah menunjukan ciri modernnya. Yakni masyarakat yang mulai menunjukan tanda
yang berbeda dari masyarakat sebelumnya, sebuah masyarakat yang berproses menuju kemajuan disertai pola pikir yang rasional dan kompetitif. Tapi fenomena ketimpangan pembangunan yang berbeda di tiap daerah juga mempengaruhi pola sikap masyarakat terhadap alam. Oleh karena itu Rahmad K.Dwi Susilo (2008) membedakan sikap masyarakat menjadi dua macam yaitu:
a. Antroposentrisme
Antroposentrisme menyatakan bahwa, tumbuhan disediakan untuk hewan dan hean disediakan untuk manusia selain itu manusia lebih terhormat karena selain memiliki badan manusia juga memiliki jiwa yang memungkinkan untuk berfikir. Sehingga manusia dipandang sebagai pihak yang memiliki kebebasan untuk menterjamahkan kepentingannya terhadap alam. dalam kenyataan sikap ini muncul dalam bentuk pengerusakan, pencemaran, eksploitasi dan lain-lain.
b. Ekosentrisme
Sikap ekosentrisme ialah sikap perjuangan menyelamatkan dan keperdulian terhadap lingkungan yang tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies tapi perhatian setara atas seluruh kehidupan. Dalam masyarakat, sikap ini muncul sebagai tindakan pelestarian, penghijauan dan penanaman, dan perawatan alam.
0 komentar:
Post a Comment