Pengertian dan syarat perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.

Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, kontrak dan perjanjian mempunyai makna yang sama karena dalam KUHPerdata hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang atau yang secara lengkap dapat diuraikan sebagai berikut: “Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.

Perjanjian (kontrak) adalah hubungan hukum antara subjek hukum satu dengan subjek hukum lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”

Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c. suatu hal tertentu;
d. suatu sebab yang halal

Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya, perjanjian tersebut akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.Syarat sah perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut :

1) Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, baik dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis, bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan simbol-simbol atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan.12

2) Kecakapan
Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah (walaupun usianya belum mencapai 21 tahun).

3) Suatu hal tertentu
Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang tertentu.14

4) Suatu sebab yang halal
Kata halal di sini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan di sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.

2. Jenis-jenis dan asas-asas perjanjian
Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.

b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.

d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.

e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.

Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah: 17
1. Kontrak menurut sumber hukumnya kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:
  • Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;
  • Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
  • Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
  • Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkomst;
  • Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publie ckrechtelijke overeenkomst.
2. Kontrak menurut namanya
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak campuran yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan, title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan (hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan jasa-jasa). Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundang-undangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR, 21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.

3. Kontrak menurut bentuknya
Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda. Perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat dilihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.

4. Kontrak Timbal Balik
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.
(a) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus menggantinya.

(b) Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam rangka pembubaran perjanjian.

5. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontrak) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan.

6. Perjanjian berdasarkan sifatnya penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak. Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

0 komentar:

Post a Comment